Ahad 18 Dec 2022 16:16 WIB

Presiden Peru Desak Kongres untuk Pemilu Dini di Tengah Aksi Demo Mematikan

Kongres Peru menolak usulan untuk memajukan pemilu hingga Desember 2023.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Peru
Foto: stjesglobaled.pbworks.com
Bendera Peru

REPUBLIKA.CO.ID, LIMA -- Presiden Peru yang baru, Dina Boluarte pada Sabtu (17/12/2022) waktu setempat mendesak Kongres meloloskan proposal untuk memajukan pemilihan umum (pemilu). Hal ini ia katakan dalam konferensi pers dari istana presiden di tengah aksi protes mematikan yang terjadi karena krisis politik di negara tersebut.

"Saya menuntut agar pemungutan suara untuk mengadakan pemilu dipertimbangkan kembali," kata Boluarte, Sabtu. Ia juga mengkritik anggota Kongres yang sebelumnya abstain dalam pemungutan suara.

Baca Juga

Sehari sebelumnya, Kongres Peru menolak usulan reformasi konstitusi untuk memajukan pemilu hingga Desember 2023. Namun beberapa anggota Kongres telah meminta badan legislatif untuk mempertimbangkan kembali proposal tersebut.

Boluarte merupakan wakil presiden Peru sepekan terakhir. Ia kemudian mengambil alih kursi kepresidenan setelah presiden sayap kiri Pedro Castillo mencoba membubarkan Kongres secara ilegal dan ditangkap.

Sejak itu, protes pecah di seluruh negeri, dan sedikitnya 17 orang tewas. Menurut pihak berwenang, lima lainnya telah meninggal karena konsekuensi tidak langsung dari protes tersebut.

Boluarte menentang pengunjuk rasa yang memintanya untuk mundur. Ia menegaskan bahwa jika pun ia mundur, itu tidak menyelesaikan masalah. Ia mengatakan, bahwa dirinya telah mengirimkan RUU untuk pemilu dini ke Kongres.

Boluarte juga mengumumkan akan ada perombakan kabinetnya dalam beberapa hari mendatang, menyusul pengunduran diri menteri pendidikan dan menteri kebudayaan pada Jumat. "Kita akan adakan rekomposisi kabinet, agar bisa menempatkan menteri-menteri yang berilmu di masing-masing sektor," ujarnya.

Aksi protes massa sejak penangkapan mantan Presiden Castillo telah melumpuhkan sistem transportasi Peru, menutup bandara, dan memblokir jalan raya. Para pengunjuk rasa menuntut pembebasan Castillo, pengunduran diri Boluarte, dan penjadwalan segera pemilu untuk memilih presiden baru dan anggota kongres.

Para pengunjuk rasa membakar kantor polisi. Mereka bahkan memblokade perbatasan Peru sehingga membuat turis terlantar dan mencekik perdagangan. "Kami ingin Kongres segera ditutup; kami ingin pengunduran diri Dina Boluarte," kata Rene Mendoza, pengunjuk rasa di perbatasan dengan Bolivia. "Hari ini rakyat Peru berduka. Seluruh Peru sedang berjuang."

Pada Rabu (14/12/2022), pemerintah Boluarte mengumumkan keadaan darurat. Ini memberikan wewenang khusus kepada polisi dan membatasi hak warga negara, termasuk hak untuk berkumpul.

Kepala angkatan bersenjata Peru, Manuel Gomez mengecam pengunjuk rasa selama konferensi pers. "Orang-orang jahat ini beralih dari tindakan kekerasan ke tindakan teroris," katanya.

Sabtu malam, polisi menggerebek markas partai kiri dan kelompok tani di ibu kota, Lima, karena dicurigai melindungi 'aktor kekerasan'. Politisi sayap kiri menolak penggerebekan itu. "Keadaan darurat digunakan untuk melakukan pelanggaran," kata legislator Sigrid Bazan, yang mendatangi salah satu lokasi.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement