Jumat 23 Dec 2022 14:43 WIB

Tolak Kebijakan Taliban, Puluhan Dosen Pria di Afghanistan Mundur

Para dosen mengundurkan diri sebagai bentuk protes larangan perempuan berkuliah

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
 Taliban berjaga di luar Universitas Kabul di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan untuk kuliah di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan diberikan. terhalang, sebelum melarang anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk Afghanistan, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang katanya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Taliban berjaga di luar Universitas Kabul di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan untuk kuliah di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan diberikan. terhalang, sebelum melarang anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk Afghanistan, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang katanya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Puluhan dosen pria di Universitas Kabul, Afghanistan, dilaporkan telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai pengajar. Hal itu merupakan bentuk protes mereka atas kebijakan Taliban yang melarang perempuan di sana berkuliah.

“Saya tidak ingin terus bekerja di suatu tempat di mana ada diskriminasi terorganisir terhadap gadis-gadis lugu dan berbakat di negara ini oleh mereka yang berkuasa," kata Obaidullah Wardak, seorang profesor di Universitas Kabul, dilaporkan laman Al Arabiya, Jumat (23/12/2022).

Baca Juga

Menurut Wardak, kebijakan Taliban melarang perempuan Afghanistan berkuliah tidak adil dan tidak bermoral. Sementara itu, pada Kamis (22/12/2022), sejumlah perempuan di Kabul menggelar aksi unjuk rasa memprotes aturan larangan berkuliah oleh Taliban. Dalam aksinya mereka meneriakkan slogan “pendidikan untuk semua”.

Media lokal melaporkan, pasukan Taliban membubarkan aksi unjuk rasa itu dengan cara memukuli mereka menggunakan tongkat dan cambuk. Lima peserta aksi dan dua jurnalis ditangkap oleh Taliban.

Pada Selasa (20/12/2022) lalu, Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan yang dikelola Taliban memutuskan menangguhkan akses bagi kaum perempuan di sana untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim mengatakan, larangan itu diperlukan guna mencegah percampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata kuliah yang diajarkan di kampus melanggar prinsip-prinsip Islam.

“Para perempuan belajar tentang pertanian dan teknik, tetapi ini tidak sesuai dengan budaya Afghanistan. Anak perempuan harus belajar, tetapi tidak di bidang yang bertentangan dengan Islam dan kehormatan Afghanistan," kata Nadim dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Afghanistan, Kamis lalu.

Dia menjelaskan, pemerintahan Taliban sedang berusaha mengatur ulang hal tersebut. Jika pengaturan baru sudah tersedia, kaum perempuan di Afghanistan akan diizinkan kembali untuk berkuliah. Nadim pun menolak kecaman yang telah dilayangkan sejumlah negara terkait pelarangan berkuliah bagi perempuan yang kini tengah diterapkan, termasuk dari sejumlah negara Muslim. Ia mengatakan, pihak asing harus berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan.

Sejumlah negara Muslim seperti Arab Saudi, Qatar, Pakistan, Turki, termasuk Indonesia, telah mengkritik langkah Taliban melarang kaum perempuan Afghanistan berkuliah. “Larangan ini tidak Islami atau manusiawi,” kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu saat mengomentari tentang hal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement