Rabu 28 Dec 2022 09:19 WIB

AS Pertimbangkan Aturan Baru Bagi Pelancong dari China

Langkah ini menyusul penyebaran kasus Covid-19 di China yang melonjak

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Seorang pria duduk di depan gerbang pemukiman sementara untuk orang dengan gejala ringan atau tanpa gejala yang disediakan oleh kota Shanghai karena meningkatnya jumlah kasus Covid-19 yang menawarkan kamar dengan kamar mandi, AC, dan makanan dengan tarif harian 250 Yuan (33 Euro), di Shanghai, Tiongkok, 27 Desember 2022. Menurut Dewan Negara yang diumumkan hari ini, Tiongkok akan mengakhiri karantina wajib bagi pelancong yang datang pada 08 Januari. Setelah tiga tahun perbatasan ditutup, tidak ada lagi persyaratan bagi para pelancong untuk mengajukan kode kesehatan di kedutaan atau konsulat China. Pengunjung tetap diharuskan menjalani tes PCR 48 jam sebelum keberangkatan dan melaporkan hasilnya pada formulir Custom Health Declaration.
Foto: EPA-EFE/ALEX PLAVEVSKI
Seorang pria duduk di depan gerbang pemukiman sementara untuk orang dengan gejala ringan atau tanpa gejala yang disediakan oleh kota Shanghai karena meningkatnya jumlah kasus Covid-19 yang menawarkan kamar dengan kamar mandi, AC, dan makanan dengan tarif harian 250 Yuan (33 Euro), di Shanghai, Tiongkok, 27 Desember 2022. Menurut Dewan Negara yang diumumkan hari ini, Tiongkok akan mengakhiri karantina wajib bagi pelancong yang datang pada 08 Januari. Setelah tiga tahun perbatasan ditutup, tidak ada lagi persyaratan bagi para pelancong untuk mengajukan kode kesehatan di kedutaan atau konsulat China. Pengunjung tetap diharuskan menjalani tes PCR 48 jam sebelum keberangkatan dan melaporkan hasilnya pada formulir Custom Health Declaration.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) menurut laporan sedang mempertimbangkan untuk mengambil tindakan pencegahan Covid-19 baru untuk orang yang bepergian dari China. Langkah ini menyusul penyebaran kasus Covid-19 di China di tengah pelonggaran aturan pembatasan.

"Pemerintah prihatin dengan lonjakan kasus di China dan telah mengajukan pertanyaan tentang transparansi data yang dilaporkan negara tentang penyebaran virus," kata laporan Bloomberg mengutip pejabat anonim seperti dikutip kantor berita Reuters, Rabu (28/12/2022).

Pejabat AS mengatakan pemerintah tengah mempertimbangkan tindakan pencegahan perjalanan baru berdasarkan konsultasi dengan pakar kesehatan masyarakat dan mitra internasional. Pembicaraan didorong oleh kekhawatiran atas kurangnya data pengurutan genom yang dapat membantu mengidentifikasi munculnya varian baru.

Pakar kesehatan mengatakan, mereka khawatir penyebaran virus yang tidak terkendali dapat menelurkan varian baru yang berbahaya untuk pertama kalinya sejak strain omicron menyebabkan infeksi melonjak lebih dari setahun yang lalu.

Jepang telah melakukan kebijakan baru bagi pelancong dari China menyusul lonjakan kasus di negara yang dipimpin Xi Jinping tersebut. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, tes Covid-19 negatif pada saat kedatangan untuk pelancong dari China wajib ditunjukkan.

Sementara Malaysia telah memberlakukan langkah-langkah pelacakan dan pengawasan baru. AS mempertimbangkan langkah serupa, kata para pejabat, sebagai cara untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.

Ketidakpuasan dengan kebijakan nol-Covid memicu protes di China. Hal ini membuat pihak berwenang bergerak cepat untuk mengakhiri kebijakan tersebut dan melonggarakan pembatasan ketat selama tiga tahun belakangan.

Kendati demikian kecepatan perubahan itu telah menyebabkan lonjakan infeksi. China bahkan telah mengumumkan tidak akan lagi melakukan karantina bagi pelancong yang masuk mulai 8 Januari.

Komisi Kesehatan Nasional China mengumumkan bahwa orang yang tiba di China hanya akan diminta untuk mendapatkan hasil tes negatif dalam waktu 48 jam setelah keberangkatan. Pada saat yang sama, China mengalami wabah Covid-19 terbesar di dunia sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pejabat kesehatan masyarakat di seluruh dunia. China juga akan mengurangi pelaporan kasus Covid dari harian menjadi bulanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement