REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengharapkan Presiden Cina Xi Jinping untuk melakukan kunjungan kenegaraan awal tahun depan. Juru bicara Istana Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, belum ada tanggal yang ditetapkan untuk kunjungan Xi.
Dalam pidato pengantar sekitar delapan menit dari konferensi video antara kedua pemimpin yang disiarkan di televisi pemerintah, Putin bermaksud untuk memperkuat kerja sama militer dengan China. "Kami mengharapkan Anda, Tuan Ketua yang terkasih, sahabat, kami mengharapkan Anda pada musim semi mendatang dalam kunjungan kenegaraan ke Moskow," katanya kepada Xi .
"Ini akan menunjukkan kepada seluruh dunia kekuatan hubungan Rusia-China dalam isu-isu utama," ujarnya.
Putin menyatakan, dia dan Xi berbagai pandangan yang sama tentang penyebab, arah, dan logika dari transformasi lanskap geopolitik global yang sedang berlangsung. Mereka berbagi dalam menghadapi tekanan dan provokasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Barat.
Pernyataan Putin menyoroti poros dramatis Rusia menjauh dari kekuatan Barat yang telah mengucilkannya secara ekonomi dan politik atas tindakannya di Ukraina. Pernyataan Putin kontras dengan pernyataan yang jauh lebih pendek dari Xi yang tidak menyebutkan kunjungan ke Moskow.
Sedangkan Xi menyebut Putin sebagai sahabatnya dalam pernyataan pengantar yang panjangnya sekitar seperempat dari pernyataan Putin. Namun, dia mengatakan, Cina siap untuk meningkatkan kerja sama strategis dengan Rusia dengan latar belakang situasi sulit di dunia pada umumnya.
Kedua pemimpin negara itu telah menandatangani kemitraan strategis tanpa batas atas ketidakpercayaan bersama terhadap Barat pada Februari. Momen ini beberapa hari sebelum Rusia mengirim angkatan bersenjatanya ke Ukraina sebagai operasi militer khusus.
Sejak negara-negara Eropa memutuskan hubungan dengan Rusia karena invasi, Rusia telah mengambil alih Arab Saudi sebagai pemasok minyak mentah utama Cina. Kementerian Keuangan Rusia menggandakan bagian maksimum kemungkinan dari yuan dalam Dana Kekayaan Nasional (NWF) menjadi 60 persen. Tindakan ini upaya Moskow mencoba untuk mengakhiri ketergantungan pada Amerika Serikat, anggota Uni Eropa, Inggris, dan Jepang.