Rabu 04 Jan 2023 14:00 WIB

Ini Alasan Kunjungan Ben-Gvir ke Al-Aqsa Picu Reaksi Keras

Kunjungan Itamar Ben-Gvir merupakan provokasi yang disengaja.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
 Jemaah Yahudi mengunjungi Temple Mount di kompleks Masjid Al-Aqsa, yang dikenal umat Islam sebagai Tempat Suci Mulia, di Kota Tua Yerusalem, Selasa, 3 Januari 2023. Itamar Ben-Gvir, seorang menteri Kabinet Israel ultranasionalis, mengunjungi flashpoint Situs suci Yerusalem Selasa untuk pertama kalinya sejak menjabat dalam pemerintahan baru sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pekan lalu. Kunjungan tersebut dilihat oleh warga Palestina sebagai provokasi.
Foto: AP/Maya Alleruzzo
Jemaah Yahudi mengunjungi Temple Mount di kompleks Masjid Al-Aqsa, yang dikenal umat Islam sebagai Tempat Suci Mulia, di Kota Tua Yerusalem, Selasa, 3 Januari 2023. Itamar Ben-Gvir, seorang menteri Kabinet Israel ultranasionalis, mengunjungi flashpoint Situs suci Yerusalem Selasa untuk pertama kalinya sejak menjabat dalam pemerintahan baru sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pekan lalu. Kunjungan tersebut dilihat oleh warga Palestina sebagai provokasi.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kunjungan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir ke kompleks Masjid Al-Aqsa telah memantik reaksi keras, tak hanya dari Palestina, tapi juga sejumlah negara Muslim. Mereka menilai, kunjungan tersebut merupakan provokasi yang disengaja.

Jadi mengapa keputusan Ben-Gvir ke kompleks Al-Aqsa secara luas dipandang sebagai provokasi?

Baca Juga

Pertama adalah karena Al-Aqsa merupakan situs tersuci ketiga umat Islam. Ia berada di Yerusalem Timur, sebuah daerah yang oleh PBB telah dinyatakan sebagai wilayah yang diduduki. Israel sudah menduduki Yerusalem Timur sejak 1967.

Salah satu dinding kompleks Al-Aqsa berdempetan dengan Tembok Barat atau Tembok Ratapan, situs suci umat Yahudi. Namun karena berada di luar kompleks, umat Yahudi bisa berdoa di Tembok Ratapan dengan leluasa dan tanpa gangguan. 

Kompleks Al-Aqsa telah dikelola secara turun temurun selama ratusan tahun oleh umat Islam di bawah wakaf keagamaan. Wakaf yang didanai Yordania terus mengelola situs tersebut sejak 1967, sementara Israel memegang kendali keamanan. Di bawah kesepakatan lama, status quo Al-Aqsa hanya mengizinkan Muslim menunaikan salat. Sedangkan kunjungan non-Muslim hanya diizinkan pada waktu tertentu.

Mengapa begitu situs Al-Aqsa sensitif bagi warga Palestina?

Al-Aqsa telah menjadi salah satu simbol religius dan nasional Palestina. Warga Palestina waspada terhadap segala upaya yang berusaha mengubah status quo Al-Aqsa. Meningkatnya jumlah ultranasionalis Yahudi yang memasuki kompleks Al-Aqsa dan seringnya penyerbuan situs tersebut oleh pasukan keamanan Israel, termasuk di dalam ruang salat, telah meningkatkan kemarahan warga Palestina.

Konfrontasi antara pasukan keamanan Israel serta kelompok pemukim Yahudi di satu sisi dan warga Palestina di sisi lain telah terjadi berkali-kali selama dua tahun terakhir. Intensitas bentrokan meningkat setelah insiden penyerbuan di Al-Aqsa.

Ada kalangan Yahudi yang meyakini bahwa Al-Aqsa berdiri di atas reruntuhan kuil kuno Yahudi. Keyakinan itu yang mendorong mereka kerap berkeras memasuki kompleks Al-Aqsa. Mereka merasa berhak untuk berdoa atau beribadah di sana.

Apakah orang Yahudi berdoa di Al-Aqsa?

Secara tradisional, orang Yahudi ultra-Ortodoks, termasuk otoritas agama senior, menganggap tidak diperbolehkan secara agama untuk memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa, apalagi beribadah di dalamnya. Sebab mereka menganggap situs itu terlalu suci untuk diinjak orang.

Meski dilarang otoritas Israel, kelompok Yahudi ultranasionalis kukuh berusaha untuk berdoa di kompleks Al-Aqsa. Pada Mei tahun lalu, pengadilan Israel menguatkan larangan tersebut. Kendati demikian, aksi-aksi penerobosan oleh pemukim Yahudi masih kerap terjadi di Al-Aqsa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement