REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kepala Freedoms Committee, Sheikh Kamal Al-Khatib, mengatakan, kelompok Temple Mount Groups mengajukan proposal kepada Menteri Keamanan Israel Itamar Ben-Gvir agar umat Yahudi dapat menyembelih kambing di kompleks Masjid Al-Aqsa ketika perayaan Passover. The Temple Mount Groups telah melakukan pelatihan praktik penyembelihan kambing dengan harapan dapat dilakukan di dalam kompleks Masjid Al-Aqsa suatu hari nanti.
Hari raya Passover biasanya jatuh pada April dan menjadi salah satu perayaan penting bagi umat Yahudi. Al-Khatib menyerukan kepada warga Palestina untuk berhati-hati dan tetap bersatu menjaga Al-Aqsa.
“Oleh karena itu, warga Palestina dan umat Islam harus berhati-hati,” ujar Al-Khatib, dilaporkan Middle East Monitor, Selasa (10/1/2023).
Al-Khatib mengatakan, kehadiran warga Palestina secara berkelanjutan di Masjid Al-Aqsa merupakan cara terbaik untuk melindungi situs suci tersebut. Al-Khatib mengatakan, Masjid Al-Aqsa tidak akan pernah menjadi kuil Yahudi selama rakyat Palestina hadir di tanah mereka sendiri.
Namun, Al-Khatib memperingatkan bahwa rakyat Palestina dan dunia Muslim akan menghadapi tantangan besar. Karena rencana neo-fasis yang diadopsi oleh pemerintahan ekstrem sayap kanan Israel, di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
"Penodaan Masjid Al-Aqsa baru-baru ini dilakukan oleh Menteri Keamanan Nasional Israel yang fanatik Itamar Ben-Gvir adalah provokasi terang-terangan terhadap rakyat Palestina dan bangsa Muslim," ujar Al-Khatib.
Al-Khatib menekankan, rakyat Palestina akan berusaha keras untuk melindungi Tempat Suci Al-Aqsa dari upaya Israel untuk mengubahnya menjadi sebuah kuil Yahudi. Sebelumnya, Ben-Gvir telah memerintahkan polisi untuk melarang pengibaran bendera Palestina di tempat umum. Perintah ini mengikuti serangkaian langkah hukuman lainnya terhadap Palestina sejak dia menjabat akhir bulan lalu.
"Hari ini saya mengarahkan polisi Israel untuk menegakkan larangan mengibarkan bendera PLO apa pun, yang menunjukkan identifikasi dengan organisasi teroris dari ruang publik dan menghentikan hasutan apa pun terhadap Negara Israel," ujar Ben-Gvir di Twitter.
Pemerintahan baru Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah bergerak cepat melawan Palestina, sebagai pembalasan atas desakan Palestina agar badan peradilan tertinggi PBB memberikan pendapatnya tentang pendudukan militer Israel selama 55 tahun di Tepi Barat. Israel telah menahan dana sebesar hampir 40 juta dolar AS dari pendapatan pajak Palestina. Israel akan mentransfer uang tersebut kepada para korban serangan militan Palestina.
Israel juga melucuti hak istimewa VIP pejabat Palestina. Israel bahkan membubarkan pertemuan orang tua Palestina, yang membahas pendidikan anak-anak mereka.
Ben-Gvir adalah seorang tokoh sayap kanan yang dikenal karena retorika anti-Arab. Pekan lalu, Ben-Gvir menuai kecaman internasional karena mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa.
Perintah terbaru Ben-Gvir bukanlah pertarungan pertama untuk mengibarkan bendera Palestina. Bendera Palestina yang berwarna merah, hijau, dan putih membawa simbolisme besar dalam konflik Israel-Palestina. Mei tahun lalu, polisi anti huru hara Israel memukuli pengusung jenazah jurnalis veteran Palestina Shireen Abu Akleh. Polisi merobek bendera Palestina dari tangan orang-orang dan menembakkan granat kejut untuk membubarkan massa.
Israel pernah menganggap bendera Palestina sebagai bendera kelompok militan yang mirip dengan kelompok militan Palestina, Hamas atau Hizbullah Syiah di Lebanon. Namun, setelah Israel dan Palestina menandatangani serangkaian perjanjian perdamaian sementara yang dikenal sebagai Kesepakatan Oslo, bendera tersebut diakui sebagai milik Otoritas Palestina.
Otoritas Palestina dibentuk untuk mengelola Gaza dan sebagian wilayah pendudukan Tepi Barat. Israel menentang bisnis resmi apa pun yang dilakukan oleh Otoritas Palestina di Yerusalem timur. Pada Ahad (8/1/2023) Netanyahu mengatakan kepada kabinetnya bahwa tindakan terhadap Palestina ditujukan sebagai langkah "anti-Israel ekstrem".