REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Wakil Sekretaris Jenderal PBB, Amina Mohamed bersama delegasi lainnya tiba di Kabul, Afghanistan pada Selasa (17/1/2023). Mereka diperkirakan akan berdialog dengan Taliban atas kebijakan yang mengekang hak-hak perempuan.
Juru bicara PBB, Farhan Haq mengatakan, Amina melakukan perjalanan ke Afghanistan didampingi Direktur Eksekutif UN Women Sima Bahous, dan Asisten Sekretaris Jenderal urusan politik Khaled Khiari. Haq mengatakan, dia tidak bisa mengungkapkan jadwal atau pertemuan khusus para delegasi di Kabul karena alasan keamanan.
Haq mengatakan, pejabat PBB telah mengadakan serangkaian konsultasi tingkat tinggi di Teluk, Asia, dan Eropa untuk membahas situasi di Afghanistan. Langkah ini diambil untuk mempromosikan dan melindungi hak perempuan dan anak perempuan.
Menurut Haq, anggota delegasi bertemu pimpinan Organisasi Kerja Sama Islam, Bank Pembangunan Islam, kelompok wanita Afghanistan di Ankara, Turki, dan Islamabad, serta sekelompok duta besar dan utusan khusus untuk Afghanistan yang berbasis di Doha, Qatar.
“Selama pertemuan tersebut, negara dan mitra mengakui peran penting PBB dalam menemukan jalan menuju solusi jangka panjang serta kebutuhan untuk terus memberikan dukungan penyelamatan, dan meminta agar upaya diintensifkan untuk mencerminkan urgensi situasi," ujar Haq.
Pada 24 Desember Taliban melarang kelompok bantuan untuk mempekerjakan staf wanita. Larangan ini melumpuhkan pengiriman bantuan kemanusiaan terhadap jutaan warga Afghanistan. Larangan itu juga mengakibatkan ribuan perempuan yang bekerja untuk organisasi kemanusiaan di seluruh negara yang dilanda perang menghadapi kehilangan pendapatan yang sangat dibutuhkan untuk menghidupi keluarga mereka.
Taliban sebelumnya melarang anak perempuan bersekolah di sekolah menengah. Taliban juga melarang perempuan mengakses universitas, termasuk mengeluarkan larangan perjalanan ke luar negeri dan mengekang pergerakan mereka di dalam negeri.
Haq mengatakan, para pejabat negara lain yang bertemu para pemimpin PBB menyatakan pentingnya komunitas internasional bersatu dan berbicara dengan satu suara. Haq mengatakan, kelompok-kelompok tersebut pada prinsipnya sepakat mengadakan konferensi internasional tentang perempuan dan anak perempuan di dunia Muslim pada Maret mendatang.
“Kebutuhan akan jalur politik yang direvitalisasi dan realistis secara konsisten menjadi sorotan dan semuanya tetap teguh pada prinsip-prinsip dasar, termasuk hak perempuan dan anak perempuan atas pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan publik di Afghanistan,” kata Haq.
Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021 setelah penarikan pasukan AS dan NATO dari Afghanistan. Taliban pertama kali memerintah Afghnaistan dari 1996 hingga 2001. Ketika itu, kelompok militan tersebut memberlakukan hukum syariat Islam yang sangat ketat.
Kini, Taliban secara bertahap menerapkan kembali hukum Islam yang ketat terhadap warga Afghanistan. Mereka melarang perempuan sekolah dan bekerja.