REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada Yayasan Koperasi Korps Garda Revolusi Iran dan pejabat tinggi Iran lainnya. Sanksi tersebut terkait tindakan mereka terhadap para pengunjuk rasa yang memprotes kematian Mahsa Amini.
Departemen Keuangan AS mengungkapkan, Yayasan Koperasi Garda Revolusi Iran dan lima anggota dewannya serta wakil menteri intelijen dan keamanan Iran ditunjuk di bawah otoritas hak asasi manusia (HAM).
“Tindakan hari ini, berkoordinasi dengan Inggris dan Uni Eropa, menargetkan pilar ekonomi utama Korps Garda Revolusi Iran, yang mendanai sebagian besar penindasan brutal rezim; serta pejabat keamanan senior yang mengoordinasikan tindakan keras Teheran di tingkat nasional dan provinsi,” kata Departemen Keuangan AS dalam pernyataannya, Senin (23/1/2023), dikutip laman Al Arabiya.
Menurut Departemen Keuangan AS, Yayasan Koperasi Garda Revolusi Iran merupakan kelompok yang mengelola investasi dan kehadiran Garda Revolusi di sektor ekonomi Iran. Menurut AS yayasan tersebut berfungsi sebagai “dana gelap” untuk personel Garda Revolusi Iran dan kepentingan bisnis mereka.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan AS untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan Brian Nelson mengatakan, negaranya akan tetap berkomitmen mendukung rakyat Iran dalam tuntutan mereka atas HAM dan kebebasan mendasar lainnya. “Bersama dengan mitra kami, kami akan terus meminta pertanggungjawaban rezim Iran selama itu bergantung pada kekerasan, pengadilan palsu, eksekusi pengunjuk rasa, dan cara lain untuk menekan rakyatnya,” ujar Nelson.
Penargetan Yayasan Koperasi Korps Garda Revolusi Iran dan pejabat tinggi Iran lainnya menjadi putaran sanksi kesembilan yang dijatuhkan AS sejak gelombang demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini pecah pada September 2022. Saat ini Iran tengah dibekap krisis yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.
Pada 13 September 2022, Mahsa Amini, wanita berusia 22 tahun, ditangkap polisi moral Iran di Teheran. Penangkapan itu dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal.
Setelah ditangkap, Amini pun ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.
Saat ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung.
Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.
Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini.
Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes. Aksi demonstrasi masih berlangsung hingga kini.
Sejak demonstrasi pecah, ribuan warga Iran dilaporkan telah ditangkap. Iran pun telah mengeksekusi sejumlah warganya yang terlibat dalam aksi penyerangan dan pembunuhan pasukan keamanan. Menurut organisasi Iran Human Rights (IHR), masih terdapat 100 warga lainnya yang menghadapi risiko hukuman mati.