Selasa 24 Jan 2023 19:14 WIB

Finlandia Isyaratkan Gabung NATO Tanpa Swedia

Hanya Turki dan Hongaria yang belum memberikan persetujuan keanggotaan Finlandia.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Bendera berkibar tertiup angin di luar markas NATO di Brussel, 7 Februari 2022. Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto pada Selasa (24/1/2023) mengisyarakatkan bahwa Finlandia mungkin harus bergabung dengan NATO tanpa Swedia.
Foto: AP Photo/Olivier Matthys
Bendera berkibar tertiup angin di luar markas NATO di Brussel, 7 Februari 2022. Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto pada Selasa (24/1/2023) mengisyarakatkan bahwa Finlandia mungkin harus bergabung dengan NATO tanpa Swedia.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto pada Selasa (24/1/2023) mengisyarakatkan bahwa Finlandia mungkin harus bergabung dengan NATO tanpa Swedia. Pernyataan ini diungkapkan menyusul komentar Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang memperingatkan Swedia agar tidak mengharapkan dukungan untuk anggota NATO.

"Kami masih harus mengevaluasi situasi jika ternyata aplikasi Swedia tertunda lama," kata Haavisto kepada penyiar Finlandia YLE.

Baca Juga

Peringatan Erdogan terhadap Swedia muncul setelah terjadi insiden pembakaran Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm.  Tawaran bersejarah Swedia dan Finlandia untuk bergabung dengan aliansi tersebut membutuhkan persetujuan dari semua anggota NATO termasuk Turki.

Sejauh ini hanya Turki dan Hongaria yang belum memberikan persetujuan tersebut. Turki  mengatakan, sebelum menjadi anggota NATO Swedia perlu menindak militan Kurdi yang diasingkan dan simpatisan mereka

Hingga saat ini, Swedia dan Finlandia telah berkomitmen untuk bergabung bersama aliansi tersebut. Tetapi komentar Haavisto tampaknya menunjukkan bahwa Finlandia sedang mempertimbangkan untuk melanjutkan perjuangan menjadi anggota NATO tanpa Swedia. Haavisto juga mengatakan, pembicaraan terkait pengajuan aplikasi keanggotaan NATO untuk Finlandia dan Swedia perlu jeda selama beberapa pekan. 

"Waktu istirahat diperlukan sebelum kita kembali ke pembicaraan tiga arah dan melihat di mana kita berada ketika situasi telah mereda, jadi belum ada kesimpulan yang diambil.  Saya pikir akan ada istirahat selama beberapa minggu," ujar Haavisto.

Haavisto mengatakan dia telah berbicara mengenai rencana jeda tersebut dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Senin (23/1/2023). Menurut Haavisto, Turki saat ini sedang mengalami banyak tekanan, terutama menjelang pemilihan presiden dan parlemen pada Mei mendatang.

"Tentu saja mereka merasakan tekanan dari pemilihan yang akan datang pada pertengahan Mei dan karena itu diskusi menjadi memanas dalam banyak hal di Turki," kata Haavisto.

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement