REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha keluar dari ruangan konferensi pers, karena ada yang menyinggung soal mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra yang digulingkan.
Prayuth kesal dengan pembicaraan tentang kembalinya sosok politisi kelas berat yang diasingkan itu. "Jangan bicara tentang orang itu. Saya tidak menyukainya," kata Prayuth pada Rabu (25/1/2023) memotong pertanyaan wartawan tentang Thaksin, sebelum meninggalkan podium dan keluar dari tempat tersebut.
Prayuth, jenderal militer, yang menggulingkan pemerintahan Thaksin pada 2006 dan saudara perempuannya Yingluck pada 2014. Permusuhan Prayuth dengan keluarga miliarder Shinawatra sudah berlangsung lebih dari satu dekade.
Prayuth berpotensi berhadapan dengan putri bungsu Thaksin, Paetongtarn, dalam pemilihan pada Mei mendatang. Paetongtarn unggul dalam jajak pendapat dan digadang-gadang menjadi perdana menteri berikutnya.
Sejak 2008, Thaksin, mantan taipan telekomunikasi tinggal di pengasingan di Dubai. Dia menetap di Dubai untuk menghindari hukuman penjara yang menurutnya direkayasa lawan politiknya.
Thaksin mempromosikan pencalonan putrinya. Pada Selasa (24/1/2023), Thaksin menuduh Prayuth tidak mengambil sikap tegas untuk membubarkan parlemen. Thaksin menegaskan akan segera kembali ke Thailand.
Pekan lalu Paetongtarn (36 tahun) menyatakan kesiapannya mencalonkan diri sebagai perdana menteri bersama Partai Pheu Thai, yang meraih kursi terbanyak pada Pemilu 2019. Tetapi ketika itu, partai tersebut tidak memiliki jumlah suara yang cukup untuk membentuk pemerintahan.
Keluarga Shinawatra dan sekutunya memenangkan mayoritas yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam lima pemilu sejak 2001. Mereka berkampanye atas nama Thaksin dan kebijakan populis yang mendapatkan pengikut setia di antara kelas pekerja Thailand.
Prayuth diperkirakan kembali mencalonkan diri sebagai perdana menteri setelah delapan tahun menjabat sebagai kepala junta dan kepala koalisi 17 partai.