REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM–Badan PBB untuk anak-anak, Unicef telah mengeluarkan tanda bahaya dalam konflik yang terjadi akhir-akhir ini antara warga Palestina dengan otoritas pendudukan dan pemukim Israel.
Hal ini karena melihat jumlah anak yang terbunuh dan terluka karena meningkatnya kekerasan baru-baru ini, sehingga menyerukan perlindungan anak-anak.
Dalam sebuah pernyataan Unicef mengatakan bahwa tujuh anak Palestina dan satu anak Israel telah terbunuh sejak awal tahun 2023. Konflik ini disebut berakibat fatal bagi anak-anak.
“Anak-anak terus membayar harga tertinggi dari kekerasan,” kata organisasi itu yang khawatir akan lebih banyak lagi yang menderita dilansir dari Arab News, Senin (30/1/2023).
“UNICEF mengimbau semua pihak untuk mengurangi ketegangan, menahan diri sepenuhnya, dan menahan diri untuk tidak menggunakan kekerasan, terutama terhadap anak-anak, sesuai dengan hukum internasional," tambah pernyataan itu.
“Kekerasan tidak pernah menjadi solusi, dan segala bentuk kekerasan terhadap anak tidak dapat diterima. Ini harus diakhiri," tambahnya lagi.
Badan PBB tersebut mengingatkan bahwa semua anak berhak atas perlindungan khusus di bawah hukum hak asasi manusia internasional, khususnya di bawah Konvensi Hak Anak. Unicef menekankan bahwa semua hak mereka, termasuk hak untuk hidup dan perlindungan, harus ditegakkan setiap saat.
Israel melakukan serangan udara pada Jumat (26/1/2023) pagi. Ketegangan melonjak menyusul serangan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat yang menewaskan sembilan warga Palestina.
Tembakan itu sebagai balasan dari tembakan lima roket ke Israel oleh kelompok Palestina di Gaza. Menurut militer Israel, sebanyak tiga roket dapat dicegat, satu jatuh di area terbuka, dan satu lagi gagal terbang di dalam Gaza.
Adapun serangan kelompok Palestina dilakukan karena dipicu tindakan mematikan tentara Israel di kamp pengungsi Jenin pada Kamis (26/1/2023). Operasi siang hari itu menewaskan sembilan orang dan 20 lainnya terluka.