Selasa 14 Feb 2023 15:40 WIB

Rusia Kirim 300 Prajurit Bantu Penanganan Pascagempa di Suriah

Rusia kirim 300 prajurit dan 60 unit peralatan militer untuk bantu penanganan gempa

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Orang-orang berjalan melewati bangunan yang runtuh setelah gempa dahsyat di kota Jinderis, provinsi Aleppo, Suriah, Kamis, 9 Februari 2023. Gempa yang menghancurkan ribuan bangunan itu merupakan salah satu yang paling mematikan di dunia dalam lebih dari satu dekade.
Foto: Foto AP/Ghaith Alsayed
Orang-orang berjalan melewati bangunan yang runtuh setelah gempa dahsyat di kota Jinderis, provinsi Aleppo, Suriah, Kamis, 9 Februari 2023. Gempa yang menghancurkan ribuan bangunan itu merupakan salah satu yang paling mematikan di dunia dalam lebih dari satu dekade.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS – Rusia telah mengirim lebih dari 300 prajuritnya beserta 60 unit peralatan militer untuk membantu proses penanganan pascagempa di Suriah. Moskow pun mengirim bantuan logistik untuk negara yang tengah diembargo Barat tersebut.

“Prajurit dari kelompok pasukan Rusia terus melakukan kegiatan untuk membersihkan puing-puing dan menghilangkan konsekuensi dari gempa bumi. Lebih dari 300 prajurit dan 60 unit militer dan peralatan khusus telah terlibat dalam pekerjaan itu,” kata Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Rusia dalam sebuah pernyataan, Selasa (14/2/2023).

Baca Juga

Kemenhan Rusia mengungkapkan, mereka pun menyalurkan paket makanan dan desinfektan serta kebutuhan pokok lainnya ke titik bantuan kemanusiaan di Aleppo. Pada Senin (13/2/2023) lalu, Moskow telah menghubungi otoritas Suriah untuk memberikan bantuan ke daerah-daerah terdampak gempa.

Hingga berita ini ditulis, Suriah telah melaporkan sedikitnya 5.814 korban tewas akibat gempa. Bencana tersebut telah memperparah krisis kemanusiaan yang dihadapi Suriah akibat perang sipil yang sudah berlangsung selama 12 tahun. Rusia diketahui merupakan sekutu utama Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam memerangi kelompok oposisi bersenjata.

Proses penyaluran bantuan ke Suriah sempat menjadi isu karena negara tersebut kini berada di bawah sanksi Barat, termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS). Mereka mengembargo Damaskus. Cina adalah salah satu negara yang menyerukan agar sanksi terhadap Suriah dicabut guna memudahkan proses pengiriman bantuan kemanusiaan ke sana.

Sementara itu Uni Eropa enggan disebut gagal memberikan bantuan untuk korban gempa di Suriah. Utusan Uni Eropa untuk Suriah Dan Stoenescu mengatakan, negara anggota perhimpunan Benua Biru telah mengumpulkan lebih dari 50 juta euro untuk bantuan dan misi penyelamatan di Suriah. Uni Eropa hendak menyalurkan bantuan tak hanya ke wilayah yang dikuasai kelompok oposisi, tapi juga pemerintah Suriah.

“Benar-benar tidak adil dituduh tidak memberikan bantuan. Padahal sebenarnya kami terus melakukan hal itu selama lebih dari satu dekade dan kami melakukan lebih banyak lagi (bantuan) selama krisis (akibat) gempa,” ujar Stoenescu, Ahad (12/2/2023).

Stoenescu mengungkapkan Uni Eropa mendorong negara anggotanya untuk memberikan bantuan kepada Suriah. Dia menekankan, sanksi tidak menghalangi pengiriman bantuan kemanusiaan untuk Damaskus. Menurutnya, Uni Eropa sudah memprediksi bahwa akan ada mitra kemanusiaan yang meminta pengecualian sanksi agar dapat menyalurkan bantuan ke Suriah.

Stoenescu mengisyaratkan tidak akan menghalang-halangi upaya para lembaga atau organisasi kemanusiaan. “Semakin banyak narasi sanksi dilakukan, semakin banyak aktor jujur yang ingin membantu terhambat dan takut untuk terlibat dalam upaya kemanusiaan internasional,” ucapnya.

Dia mengatakan, saat ini Uni Eropa sedang mencari “perlindungan memadai” agar bantuan yang disalurkan ke Suriah menjangkau orang-orang rentan. “Kami mengimbau pihak berwenang di Damaskus untuk tidak mempolitisasi pengiriman bantuan kemanusiaan, dan untuk terlibat dengan iktikad baik dengan semua mitra kemanusiaan dan badan-badan PBB untuk membantu masyarakat,” ujarnya.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement