REPUBLIKA.CO.ID, BAB AL-HAWA -- Kesedihan dirasakan Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, ketika ia berkunjung ke lokasi pengungsi Suriah, yang juga tempat menampung para penyintas gempa dahsyat awal bulan lalu.
"Dana yang tersedia dan akses penyeberangan perbatasan yang baru dibuka masih belum cukup untuk membantu warga yang sudah babak belur dilanda perang dan gempa di bagian barat laut Suriah," kata kepala WHO pada Rabu (1/3/2023).
Ia menambahkan, dirinya merasa terguncang dan sangat sedih ketika berkunjung ke wilayah lokasi gempa, yang juga dikuasai oleh kelompok pemberontak tersebut. Kepala Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara kepada wartawan setelah mengunjungi sebuah rumah sakit di daerah itu, tempat lebih dari 4.000 orang tewas akibat gempa dahsyat bulan lalu itu.
Menyusul gempa tersebut, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengizinkan pembukaan dua akses penyeberangan lagi dengan Turki, sehingga totalnya menjadi tiga, untuk memungkinkan masuknya bantuan ke wilayah yang dikuasai oleh kelompok pemberontak bersenjata.
Namun, ia mengakui tetap lebih banyak akses bantuan dan pendanaan, masih sangat dibutuhkan di sana, kata Ghebreyesus. "Saya kira kalaupun tersedia ada, tiga, tidak akan cukup. Setiap akses yang tersedia harus digunakan," katanya kepada wartawan di Suriah.
Dia mengatakan, tidak ingin berbicara pihak dengan otoritas lokal, bila kemungkinan bantuan datang melintasi garis depan dari zona yang dikuasai pemerintah. Badan-badan PBB lainnya dan kelompok bantuan internasional mengkritik pemberontak garis keras karena menolak pengiriman bantuan tersebut.
PBB telah berjuang mengumpulkan dana untuk mengatasi situasi kemanusiaan perang saudara di Suriah, sebelum akhirnya memburuk ketika gempa bumi melanda, dan hanya mendapatkan setengah dari permohonan tahun 2022.
Dikatakan, PBB akan membutuhkan hampir 400 juta dolar AS, selama tiga bulan untuk tanggap darurat para penyintas yang selamat dari gempa di Suriah saja. Sedangkan zona yang dikuasai oposisi di barat laut menampung sekitar 4 juta orang pengungsi, banyak dari mereka mengungsi akibat konflik bersenjata di bagian lain tempat tanah air mereka.
Sementara itu, rumah sakit di sana berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, rusak terkena serangan udara selama bertahun-tahun dan menghadapi kekurangan peralatan medis yang cukup parah. PBB mengatakan kebutuhan bantuan Suriah sekarang berada pada titik terbesarnya sejak dimulainya konflik hampir 12 tahun lalu.