Sabtu 18 Feb 2023 07:55 WIB

Protes Kembali Muncul di Beberapa Kota Iran

Demonstran menyerukan penggulingan Republik Islam Iran.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Menara Eiffel menampilkan tulisan Perempuan, Hidup, Kebebasan untuk mendukung rakyat Iran, di Paris, Prancis, 16 Januari 2023. Protes Kembali Muncul di Beberapa Kota Iran
Foto: EPA-EFE/Mohammed Badra
Menara Eiffel menampilkan tulisan Perempuan, Hidup, Kebebasan untuk mendukung rakyat Iran, di Paris, Prancis, 16 Januari 2023. Protes Kembali Muncul di Beberapa Kota Iran

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Protes kembali mengguncang Iran pada Kamis (16/2/2023) malam. Unggahan video secara daring, Jumat (17/2/2023), menunjukan demonstran menyerukan penggulingan Republik Islam.

Pawai di banyak kota termasuk Teheran dimulai pada Kamis malam hingga tengah malam. Kegiatan ini menandai 40 hari sejak eksekusi dua pengunjuk rasa bulan lalu, yaitu Mohammad Mehdi Karami dan Mohammad Hosseini digantung pada 8 Januari. Amnesty International mengatakan pengadilan yang menghukum Karami mengandalkan pengakuan paksa.

Baca Juga

Pengacara Hosseini mengatakan kliennya telah disiksa. Sedangkan dua orang lainnya dieksekusi pada Desember.

Protes yang melanda Iran dimulai September lalu setelah kematian perempuan Kurdistan Iran berusia 22 tahun Mahsa Amini di tahanan. Video terbaru ini menunjukkan demonstrasi di beberapa lingkungan di Teheran serta di kota Karaj, Isfahan, Qazvin, Rasht, Arak, Mashhad, Sanandaj, Qorveh, dan Izeh di provinsi Khuzestan. Reuters dapat mengkonfirmasi tiga video tentang protes di Zahedan dan satu video di Teheran.

Sebuah video daring konon dari kota suci Syiah Masyhad di timur laut menunjukkan pengunjuk rasa meneriakkan: "Saudaraku yang syahid, kami akan membalas darahmu." Video lain menunjukkan protes besar di Zahedan, ibu kota provinsi tenggara Sistan-Baluchistan, rumah bagi minoritas Baluchi di Iran pada Jumat.

Sementara itu, pengadilan mengatakan, telah memecat dan memenjarakan seorang komandan polisi yang dituduh memperkosa seorang gadis. Menurut Amnesty International, insiden memicu kemarahan menjelang protes pada 30 September yang menghadapi tindakan keras di Zahedan dengan sedikitnya 66 orang meninggal.

Gelombang panjang kerusuhan telah menjadi salah satu tantangan terkuat bagi Iran sejak revolusi 1979. Menentang aturan hijab secara terbuka, para perempuan melambaikan tangan dan membakar jilbab atau memotong rambutnya.

Sementara kerusuhan tampaknya mereda dalam beberapa pekan terakhir, mungkin karena eksekusi atau tindakan keras, tindakan pembangkangan sipil terus berlanjut. Nyanyian antipemerintah setiap malam bergema di seluruh Teheran dan kota-kota lain.

Pemuda menyemprotkan grafiti di malam hari mencela pemerintah atau membakar papan reklame pro-pemerintah atau tanda-tanda di jalan raya utama. Perempuan tak bercadar muncul di jalanan, mal, toko, dan restoran meski ada peringatan dari pejabat.

Banyak perempuan di antara puluhan tahanan yang baru dibebaskan telah berpose di depan kamera. Pihak berwenang pun tetap menjalankan aturan ketat dalam mengatur pakaian perempuan.

Sebanyak lima aktivis perempuan dibebaskan pada Kamis. Mereka mengatakan berutang kebebasan kepada solidaritas warga dan pemuda Iran yang mencintai kebebasan.

"Hari kebebasan sudah dekat," kata mereka dalam sebuah pernyataan di media sosial.

Dalam beberapa minggu terakhir media Iran telah melaporkan penutupan beberapa bisnis, restoran, dan kafe karena tidak mematuhi aturan berpakaian. Pekan lalu, pejabat Iran meminta serikat pekerja menegakkan peraturan jilbab yang lebih ketat di toko dan bisnis Teheran.

Mahasiswi bercadar yang tidak sesuai diperingatkan akan dilarang memasuki Teheran University pada bulan lalu. Sementara media lokal melaporkan sekitar 50 mahasiswa dicegah memasuki Urmia University di barat laut karena melanggar aturan berpakaian.

Aktivis HAM mengatakan lebih dari 500 pengunjuk rasa telah meninggal sejak September, termasuk 71 anak di bawah umur. Hampir 20 ribu lainnya telah ditahan. Setidaknya empat orang telah digantung.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement