Sabtu 25 Feb 2023 16:07 WIB

Negara G-7 Kembali Beri Sanksi Tambahan ke Rusia

Para pemimpin G-7 memperbaharui komitmen dukungan untuk Ukraina.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Pemimpin negara G7. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan para pemimpin Group of Seven (G-7) lainnya mengadopsi serangkaian sanksi tambahan terhadap Rusia.
Foto: AP/VOA
Pemimpin negara G7. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan para pemimpin Group of Seven (G-7) lainnya mengadopsi serangkaian sanksi tambahan terhadap Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan para pemimpin Group of Seven (G-7) lainnya mengadopsi serangkaian sanksi tambahan terhadap Rusia. Penetapan ini dilakukan pada pertemuan puncak G-7 secara daring pada peringatan satu tahun invasi, Jumat (24/2/2023).

"Untuk benar-benar tidak membiarkan perubahan sepihak pada status quo, kita harus dengan tegas mendukung Ukraina dan sanksi terhadap Rusia untuk mendapatkan kembali perdamaian dan ketertiban internasional berdasarkan aturan hukum," kata Kishida pada konferensi pers sebelum menjadi tuan rumah telekonferensi dengan para pemimpin G-7 lainnya dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

Baca Juga

Para pemimpin memperbaharui komitmen untuk mengintensifkan dukungan diplomatik, keuangan, dan militer untuk Ukraina Upaya ini untuk meningkatkan biaya bagi Rusia dan pihak yang mendukung upaya perangnya. Pemberian sanksi baru ini juga melawan dampak negatif di seluruh dunia, terutama orang-orang yang paling rentan.  

“G-7 melayani inti dari komitmen internasional untuk melakukannya,” kata Kishida.

Negara-negara G-7 juga menegaskan tindakan terkoordinasi untuk melawan lebih lanjut kapasitas Rusia untuk melakukan agresi ilegalnya dan berjanji untuk mencegah Rusia mendapatkan peralatan dan teknologi militer. Mereka juga meminta negara lain untuk berhenti memberikan dukungan militer kepada Moskow.

Kishida sebagai presiden G-7 tahun ini juga mengumumkan, Jepang akan memberlakukan sanksi tambahan terhadap Rusia. Salah satunya membekukan aset sekitar 120 individu dan organisasi serta melarang ekspor drone dan material lain yang dapat digunakan untuk keperluan militer.

Pada pertemuan tersebut, Kishida berencana untuk membahas perkembangan terbaru dalam perang Rusia di Ukraina. Dia ingin mengangkat cara mendukung pemulihan Ukraina serta menegaskan solidaritas G-7 untuk negara yang dilanda perang tersebut.

Kishida mencatat kekhawatiran yang berkembang tentang potensi transfer senjata mematikan Cina ke Rusia. Dia mengatakan bahwa Jepang akan bekerja sama dengan G-7 dan negara lain untuk mengirim pesan yang jelas ke negara ketiga untuk berhenti memasok senjata ke Rusia.

Menurut Kishida, keprihatinan besar tentang pengumuman Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (21/2/2023). Dalam kesempatan itu Putin menangguhkan partisipasi negara yang dipimpinnya dalam perjanjian pengendalian senjata antara Rusia dan Amerika Serikat (AS).

“Ancaman nuklir Rusia tidak dapat diterima, dan penggunaan senjata nuklir tidak boleh terjadi. Sebagai satu-satunya negara di dunia yang mengalami serangan nuklir, sejarah penggunaan senjata non-nuklir selama 77 tahun tidak boleh dinodai oleh Rusia," ujar Kishida.

Kishida adalah satu-satunya pemimpin G-7 yang belum mengunjungi Ukraina. Tekanan meningkat di dalam negeri bagi Kishida untuk mengunjungi Kiev sebelum menjadi tuan rumah konferensi G-7 di Hiroshima.

Ketika ditanya tentang kemungkinan kunjungan, Kishida mengatakan akan mempertimbangkan kunjungan tersebut. Dia mempertimbangkan cara untuk memastikan keamanan dan kerahasiaan, tetapi belum ada keputusan resmi.

Jepang sendiri akan memberikan bantuan keuangan baru senilai 5,5 miliar dolar AS. Penambahan bantuan ini akan membuat Jepang memberikan bantuan total untuk Ukraina menjadi lebih dari tujuh miliar dolar AS.

Selain itu, Jepang juga telah menerima lebih dari 2.000 pengungsi Ukraina dan membantu dengan bantuan perumahan dan dukungan untuk pekerjaan dan pendidikan. Upaya lunak ini merupakan kejutan bagi negara dengan langkah-langka kebijakan imigrasi yang ketat.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement