REPUBLIKA.CO.ID, KIEV – Kepala Direktorat Utama Intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina Kyrlo Budanov menepis tudingan yang dilayangkan beberapa pejabat Amerika Serikat (AS) bahwa Cina sedang berusaha memasok persenjataan ke Rusia. Dia mengaku tidak melihat hal atau tindakan semacam itu sedang dibahas.
“Saya tidak setuju dengan pendapat ini,” ujar Budanov dalam sebuah wawancara dengan Voice of America (VoA) ketika ditanya tentang kemungkinan Cina mempersenjatai Rusia, Senin (27/2/2023).
“Sampai sekarang, saya kira Cina tidak akan menyetujui transfer senjata ke Rusia. Saya tidak melihat tanda-tanda bahwa hal-hal seperti itu bahkan sedang dibahas,” kata Budanov menambahkan.
Dalam wawancara tersebut, Budanov pun ditanya pendapatnya tentang penilaian beberapa pejabat senior AS yang menuduh Cina berusaha menyuplai persenjataan untuk Rusia. “Saya adalah kepala intelijen dan saya mengandalkan, dengan segala hormat, bukan pada pendapat individu, tapi hanya pada fakta. Saya tidak melihat fakta seperti itu,” ucapnya.
Budanov kemudian ditanya tentang kemungkinan negara yang memasok persenjataan ke Rusia. Dia menyebut ada laporan yang belum terkonfirmasi bahwa Korea Utara (Korut) mengirim senjata untuk Moskow. “Hampir satu-satunya negara yang benar-benar mentransfer senjata yang kurang lebih serius adalah Iran,” ujarnya.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyiratkan kekhawatiran tentang potensi pengiriman senjata oleh Cina untuk Rusia. Hal itu disampaikan ketika Blinken bertemu Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi. Pada Ahad (26/2/2023) lalu, Direktur CIA William J. Burns mengatakan, dia yakin Beijing masih mempertimbangkan kemungkinan pengiriman senjata untuk Rusia. Sejumlah media AS, mengutip beberapa pejabat AS yang enggan dipublikasikan identitasnya, turut melaporkan hal serupa.
Terlepas dari kecurigaan dan tudingan AS, pada peringatan satu tahun perang Rusia-Ukraina pada 24 Februari lalu, Cina merilis dokumen bertajuk merilis dokumen bertajuk China’s Position on the Political Settlement of the Ukraine Crisis. Dokumen itu berisi 12 poin usulan Cina untuk menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina.
Ke-12 poin tersebut yakni, menghormati kedaulatan semua negara, meninggalkan mentalitas Perang Dingin, menghentikan permusuhan, melanjutkan pembicaraan damai, menyelesaikan krisis kemanusiaan, melindungi warga sipil dan tahanan perang, menjaga keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir, mengurangi risiko strategis seperti penggunaan senjata nuklir dan senjata kimia, memfasilitasi ekspor gandum, menghentikan sanksi sepihak, menjaga stabilitas industri dan rantai pasok, serta mempromosikan rekonstruksi pasca-konflik.
Sesaat setelah dokumen itu dirilis, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, dia hendak menemui Presiden Cina Xi Jinping. “Saya berencana untuk bertemu Xi Jinping dan percaya ini akan bermanfaat bagi negara kita dan keamanan dunia,” katanya dalam konferensi pers di Kiev ketika memperingati satu tahun perang dengan Rusia, Jumat pekan lalu.
Zelensky mengungkapkan, dia terbuka untuk mempertimbangkan bagian dari rencana gencatan senjata 12 poin yang diusulkan Cina untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina. Kendati demikian, Zelensky tak menyebut tentang kapan kemungkinan pertemuannya dengan Xi Jinping terjadi.