REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol mengatakan kerja sama dengan Jepang sangat penting dalam menghadapi ancaman Korea Utara (Korut) dan melindungi rantai pasokan. Ia mendesak agar politik domestik tidak merusak hubungan dua negara.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam wawancara tertulis dengan media internasional sebelum ia berangkat ke Tokyo untuk bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dalam kunjungan pertama pemimpin Korsel ke Jepang dalam 12 tahun.
Kunjungan ini direncanakan setelah pekan lalu Korsel mengumumkan akan membayar kompensasi korban kerja paksa selama penjajahan Jepang dari 1910 sampai 1945. Seoul mencoba mengakhiri perselisihan dengan Tokyo untuk menghadapi ancaman Cina dan Korut.
"Kebutuhan Korea dan Jepang bekerja sama naik di masa poli krisis saat ini, ancaman rudal dan nuklir Korea Utara meningkat dan rantai pasokan global terganggu, kami tidak bisa membuang waktu membiarkan ketegangan hubungan Korea-Jepang," kata Yoon, Selasa (14/3/2023).
Beberapa korban kerja paksa di masa penjajahan Jepang menolak rencana kompensasi pemerintah Korea. Hal ini dapat mempersulit upaya Seoul mengakhiri ketegangan diplomatik. Tetapi Yoon mengatakan sudah waktunya bagi rakyat dua negara melangkah maju "daripada mengkonfrontasi masa lalu."
"(Jepang sudah mengungkapkan) penyesalan mendalam dan menyampaikan permintaan maaf tulus atas masa penjajahan di masa lalu melalui posisinya di pemerintahan sebelumnya," kata Yoon.
"Yang terpenting memastikan posisi dan perilaku itu terus berlanjut," tambahnya.
Ia mendesak kedua negara "melindungi hubungan bilateral dari eksploitas politik domestik." Kerja sama ekonomi diperkirakan menjadi agenda terpenting kunjungan Yoon. Ia mengatakan hubungan yang lebih kuat antara dua negara akan membantu rantai pasokan global dan membangun ekonomi yang lebih "stabil" dengan Cina.
Kunjungan ini juga dilakukan saat ketegangan dengan Korut semakin memanas. Pada Selasa kemarin Pyongyang kembali menggelar uji coba senjata dengan meluncurkan dua rudal balistik jarak-pendek ke laut.
Kantor berita Korut, KCNA mengatakan peluncuran itu bagian dari latihan militer untuk melatih pasukan siap menggelar misi kapan pun dan "menghabisi musuh" bila diperlukan.
Yoon mengatakan Korsel, Amerika Serikat dan Jepang harus memperkuat kerja sama keamanan dalam menghadapi ancaman Korut. Ia menambahkan perjanjian berbagi intelijen dengan Jepang atau dikenal sebagai GSOMIA akan "diperkuat" saat kepercayaan antara dua negara sudah pulih.
Pakta itu bertujuan membantu Korsel dan Jepang berbagi informasi tentang aktivitas rudal dan nuklir Korut. Yoon mengecam Korut yang fokus pada program senjata yang "ceroboh" saat kelangkaan pangan di negara itu "semakin parah".
"(Korsel) tidak akan pernah mengakui Korea Utara sebagai negara nuklir dalam kondisi apapun," kata Yoon.