Rabu 22 Mar 2023 11:58 WIB

Peneliti Temukan Bukti Covid-19 Berasal dari Hewan yang Ditularkan ke Manusia

WHO telah meminta Cina untuk membagikan data genetik yang dianalisis para peneliti.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Virus Covid-19 (ilustrasi)
Foto: www.wikimedia.org
Virus Covid-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah analisis baru terhadap sampel yang diambil dari pasar di Wuhan, Cina, pada hari-hari awal pandemi adalah bukti terkuat virus Covid-19 berpindah dari hewan ke manusia. Menurut laporan yang diterbitkan Senin (20/3/2023) di situs sains terbuka Zenodo.org, sampel menemukan bukti keberadaan virus korona bersama materi genetik dari banyak hewan, termasuk rakun, yang rentan penyakit.

Dalam beberapa sampel terdapat lebih banyak materi genetik hewan daripada materi genetik manusia yang menunjukkan kemungkinan infeksi SARS-CoV-2 pada hewan. Seperti banyak penelitian yang dirilis dengan cepat selama pandemi, laporan itu belum ditinjau komunitas ilmiah.

Baca Juga

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta Cina sepenuhnya membagikan data genetik yang dianalisis para peneliti. Data ini sempat  muncul di data base publik, kemudian  diturunkan pada 11 Maret. Sejauh ini, data mentah masih belum tersedia. Bagi beberapa ahli, situasi tersebut telah memicu kekhawatiran.

“Saya sangat khawatir tentang lompatan kami pada informasi yang tidak lengkap dan tidak dapat diverifikasi. Saya pikir kita perlu mengambil napas dalam-dalam dan bersikeras pada jenis proses dan sains yang pantas untuk masalah penting apa pun, terutama yang satu ini," ujar seorang profesor mikrobiologi dan imunologi di Universitas Stanford, David Relman, dilaporkan Bloomberg, Selasa (21/3/2023).

Relman sudah lama menganjurkan agar teori kecelakaan laboratorium atau tumpahan alami diselidiki dengan ketelitian yang sama. Pada Senin, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menandatangani undang-undang untuk mendeklasifikasi intelijen tentang asal-usul Covid-19.

Biro Investigasi Federal dan Departemen Energi menyimpulkan, virus tersebut kemungkinan besar berasal dari kecelakaan laboratorium. Sementara laporan terbaru semakin memperumit gambaran tersebut.

“Data ini tidak memberikan jawaban pasti untuk pertanyaan tentang bagaimana pandemi dimulai. Tetapi setiap data penting dalam mendekatkan kita ke jawaban itu," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Para ilmuwan membuat laporan mereka setelah sampel yang diunggah oleh ilmuwan Cina muncul di database genomik akses terbuka GISAID. Seorang ahli biologi evolusi di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis, Florence Debarre, secara kebetulan melihat data tersebut pada 4 Maret.

Debarre kemudian menghubungi sekelompok ilmuwan internasional yang telah menulis makalah yang mendukung hipotesis bahwa Covid-19 berasal dari Pasar Huanan.  Para ilmuwan telah memburu data pengurutan "tak ternilai" selama lebih dari setahun.

“Ini pertama kalinya kami dapat mengidentifikasi sidik jari genetik virus dan inang perantara potensial di tempat yang sama persis. Ini benar-benar konsisten dan diharapkan dari apa yang Anda lihat dalam peristiwa limpahan zoonosis," kata ahli virologi Universitas Utah yang berkontribusi pada analisis dan penulis laporan tersebut, Stephen Goldstein.

Sampel menunjukkan bahwa DNA dari  rakun muncul dalam sampel lingkungan yang diambil dari pasar Wuhan terkait dengan kasus Covid-19 paling awal pada 2019. Dalam sampel yang diambil dari  gerobak, lebih banyak DNA rakun yang terlihat daripada manusia.

Infeksi alami SARS coronavirus sebelumnya terdeteksi pada rakun di pasar lain di Cina, setelah SARS muncul pada 2002. Hewan-hewan itu juga mampu menularkan virus. "DNA rakun yang muncul dalam sampel adalah salah satu momen paling luar biasa dalam karir saya," kata Goldstein.

DNA dari beberapa spesies hewan lain juga ditemukan dalam sampel, termasuk landak Malaysia, musang Siberia, landak Amur, dan tikus bambu. Ini sangat mendukung gagasan bahwa penularan dari hewan ke manusia melahirkan pandemi.

“Kehadiran virus dan bahan genetik inang potensial di pasar persis seperti yang diharapkan di bawah hipotesis asal zoonosis,” kata seorang profesor di University of California San Diego, yang terlibat dalam analisis sampel, Joel Wertheim.

Keberadaan data itu bukan rahasia. Pada hari-hari awal pandemi, para ahli penyakit Beijing mengumpulkan sampel dari saluran air dan permukaan lain di pasar Wuhan. Direktur Pusat Pengendalian Penyakit Cina, George Gao dan rekannya dalam buletin mingguan pada Januari 2020 menyatakan, semua bukti saat ini menunjukkan bahwa hewan liar dijual secara ilegal. Dua spesimen positif berasal dari bagian sayap barat pasar, yang banyak menjual hewan.

"Kami telah menemukan kios mana di pasar makanan laut di Wuhan yang memiliki virus. Ini adalah penemuan penting, dan kami akan menyelidiki hewan mana yang menjadi sumbernya," kata seorang peneliti di lembaga pengendalian dan pencegahan penyakit virus CDC Cina, Tan Wenjie, dikutip dari surat kahar milik negara, China Daily.

Tapi sampel itu tidak pernah dibagikan, sampai muncul di GISAID awal bulan ini.  Setelah Goldstein dan timnya menghubungi Gao, urutan sampel itu kembali menghilang dari situs GISAID.

“Kami terkejut melihat (data itu) dihapus. Pertanyaan tentang waktu adalah pertanyaan yang dapat dijawab oleh CDC Cina," kata kata Goldstein.

Dalam sebuah pernyataan, GISAID mengatakan, catatan saat ini sedang diperbarui dengan data tambahan yang lebih baru sebagai bagian dari tinjauan naskah yang telah diserahkan untuk publikasi. GSAID mengatakan, kendati ada pembaruan data, mereka tidak menghapus catatan sebelumnya. WHO mendorong para peneliti menggunakan data untuk berkolaborasi dengan Cina.

“Ceritanya belum berakhir. Kami masih membutuhkan penyelidikan yang obyektif dan transparan dengan kekuatan forensik yang menyatukan komunitas intelijen dan komunitas ilmiah," ujar Direktur Program Kebijakan Pandemi dan Keamanan Hayati di Sekolah Tinggi Pemerintahan dan Layanan Publik Texas A&M University, Gerald Parker.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement