REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA -- Kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengecam rancangan undang-undang anti-LGBTQ yang diloloskan parlemen Uganda. Menurut Amnesty International undang-undang yang menghukum orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai lesbian, gay, transgender dan queer itu "mengerikan", "ambigu" dan "kata-katanya tidak jelas."
"Legislasi yang sangat represif ini akan melembagakan diskriminasi, kebencian dan prasangka pada orang-orang LGBTQ termasuk termasuk pada mereka yang dianggap LGBTI dan memblokir kerja masyarakat sipil, tenaga medis profesional, dan tokoh masyarakat," kata direktur Amnesty International untuk Afrika Timur dan Selatan, Tigere Chagutah seperti dikutip dari BBC, Rabu (22/3/2023).
Menteri Urusan Afrika pemerintah Inggris Andrew Mitchell dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken juga mengecam legislasi ini. Gedung Putih memperingatkan Uganda kemungkinan akan ada balasan ekonomi bila rancangan undang-undang itu diberlakukan.
Aktivis yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan beberapa pekan sebelum rancangan undang-undang anti-LGBTQ ini diperdebatkan di parlemen, sentimen anti-homoseksual menyebar di media.
"Anggota komunitas queer telah diancam, diperas untuk uang atau bahkan dipancing ke dalam perangkap untuk diserang massa," kata aktivis tersebut.
"Di beberapa daerah pihak berwenang bahkan menggunakan lingkungan saat ini untuk memeras uang dari orang-orang yang mereka tuduh gay. Beberapa keluarga bahkan melaporkan sendiri anak-anak mereka," tambahnya.
Kini undang-undang itu telah dikirim ke Presiden Yoweri Museveni yang dapat menggunakan vetonya dan menjaga hubungan baik dengan negara-negara Barat dan investor atau menandatangani legislasi itu untuk menjadi undang-undang resmi.
Beberapa pekan terakhir ia menyampaikan pernyataan anti-gay, dan mengkritik negara-negara Barat karena menekan Uganda dalam isu ini. Aktivis gay Uganda lainnya menuduh pemerintah menggunakan undang-undang ini untuk mengalihkan perhatian publik dari kegagalan mereka mengatasi persoalan ekonomi.
"Mereka mencoba menghidupkan retorika angi-gay untuk mengalihkan perhatian dari apa yang sebenarnya benar-benar penting bagi rakyat Uganda. Tidak ada alasan mengapa anda harus memiliki undang-undang yang mengkriminalisasi orang dewasa yang melakukan hubungan sesama jenis," kata aktivis LGBTQ dari Chapter Four Uganda, Clare Byarugaba.
Pendukung legislasi ini mengatakan mereka mencoba melindungi anak-anak.
"Apakah anda heteroseksual atau homoseksual, pemerintah dan parlemen harus memperkenal undang-undang atau setidaknya mengimplementasikan undang-undang yang sudah ada untuk melindungi semua anak-anak baik laki-laki, perempuan, dari pelecehan, jadi isu rekrutmen tidak terbukti, tanpa dasar, bias," kata Byarugaba.
Sejumlah anggota parlemen anggota komite rancangan undang-undang tersebut tidak sepakat dengan premisnya. Menurut mereka pasal kriminalisasi sudah tercakup dalam Undang-undang KUHP.
Pada tahun 2014 pengadilan konstitusi Uganda membatalkan undang-undang lain yang memperkeras hukum pada komunitas LGBTQ.