Selasa 28 Mar 2023 13:38 WIB

Ada Apa dengan Perubahan Yudisial Israel? Ini Seluk Beluknya

Rencana perombakan pengadilan telah memicu kemarahan publik yang belum pernah terjadi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Knesset menjelang protes massal di Yerusalem, Israel,  Senin (27/3/2023). Protes massal telah diadakan di Israel selama 12 minggu menentang rencana pemerintah untuk mereformasi sistem peradilan dan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung Israel.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Knesset menjelang protes massal di Yerusalem, Israel, Senin (27/3/2023). Protes massal telah diadakan di Israel selama 12 minggu menentang rencana pemerintah untuk mereformasi sistem peradilan dan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan yang meningkat pada Senin (27/3/2023), terkait langkahnya untuk memberlakukan perubahan besar-besaran pada peradilan Israel. Rencana perombakan pengadilan telah memicu kemarahan publik yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak koalisi partai sayap kanan Netanyahu berkuasa akhir tahun lalu. Rencana reformasi peradilan juga menimbulkan kekhawatiran di antara sekutu Barat Israel.

Apa masalah pemerintah Israel dengan peradilan?

Baca Juga

Para pengkritik Mahkamah Agung, termasuk banyak orang di pemerintahan koalisi, mengatakan, fraksi tersebut berhaluan kiri dan elitis. Mereka telah menjadi terlalu intervensionis dalam ranah politik, dan seringkali menempatkan hak-hak minoritas di atas kepentingan nasional.

Apa yang diinginkan koalisi?

Pemerintahan Netanyahu telah mengejar perubahan peradilan yang akan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung untuk memerintah legislatif dan eksekutif. Menurut anggota parlemen, koalisi lebih berkuasa dalam menunjuk hakim.

Panel untuk memilih hakim saat ini membutuhkan politisi dan hakim yang duduk di atasnya untuk menyepakati pengangkatan. Proposal reformasi peradilan Netanyahu akan memberikan kewenangan kepada pemerintah koalisi untuk menunjuk hakim.

Netanyahu secara resmi dilarang terlibat dalam inisiatif tersebut karena dia diadili atas tuduhan korupsi. Netanyahu mengatakan, perubahan peradilan tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan dan mendiversifikasi  Mahkamah Agung. Netanyahu juga menuduh media salah mengartikan rencana tersebut dan mengipasi api protes untuk menggulingkan pemerintahannya.

Mengapa begitu banyak orang Israel yang memprotes?

Check and balances demokrasi Israel relatif rapuh. Ia tidak memiliki konstitusi, hanya hukum dasar yang dimaksudkan untuk membantu mengamankan fondasi demokrasinya.  Dalam Knesset (parlemen) satu kamar, pemerintah memegang mayoritas 64-56 kursi.

Kritikus mengatakan perubahan itu akan melemahkan pengadilan dan menyerahkan kekuasaan yang tak terkendali kepada pemerintah. Langkah ini membahayakan hak dan kebebasan demokrasi dengan efek bencana pada ekonomi dan hubungan dengan sekutu Barat, yang telah menyuarakan keprihatinan.

Peradilan yang tidak lagi dianggap independen juga dapat mencabut salah satu pembelaan utama Israel dalam kasus-kasus hukum internasional potensial, yang mungkin mencakup tuduhan kejahatan perang dalam konflik berkepanjangan dengan Palestina. Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, pada Sabtu (25/3/2023) meminta pemerintah untuk mencabut rancangan undang-undang perombakan peradilan. Gallant mengatakan, perselisihan atas tindakan tersebut mengancam keamanan Israel. Ribuan tentara cadangan bergabung dalam protes dan menolak panggilan untuk pelatihan.

Apa faktor lain yang berperan?

Kritikus khawatir Netanyahu ingin memanfaatkan perombakan yudisial untuk membatalkan persidangan korupsinya atau memberikan pengaruh dalam setiap banding di Mahkamah Agung. Namun Netanyahu membantah memiliki niat seperti itu.

Oposisi juga mengatakan, sekutu nasionalis Netanyahu ingin melemahkan Mahkamah Agung untuk memperluas permukiman Yahudi di wilayah pendudukan Palestina. Partai-partai Yahudi ultra-Ortodoks dalam koalisi ingin mengesahkan undang-undang yang membebaskan komunitas mereka dari wajib militer. Mereka khawatir langkah ini akan dibatalkan oleh pengadilan tertinggi jika kekuasaannya tidak dipotong. Penduduk ultra-Ortodoks Israel telah lama merasa diburu oleh pengadilan sehubungan dengan dinas militer.

Apa langkah berikutnya?

Pemerintah telah menargetkan ratifikasi akhir dari perubahan pemilihan hakim pada 2 April, ketika anggota parlemen melakukan reses musim semi.  Perubahan lain, beberapa di antaranya telah disetujui pada pembacaan pertama dari tiga pembacaan di Knesset yang diperlukan untuk ratifikasi, telah ditunda hingga Parlemen bersidang kembali pada 30 April.

Namun, Netanyahu akan membekukan undang-undang tersebut untuk sementara. Keputusan ini diambil setelah Netanyahu memecat menteri pertahanannya, yang mengusulkan penundaan reformasi dan memprovokasi protes jalanan besar-besaran. Langkah ini juga mendorong anggota senior partai Netanyahu untuk meminta jeda. Sementara serikat buruh utama melakukan pemogokan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement