Kamis 30 Mar 2023 01:20 WIB

Rusia Intensifkan Serangan Siber Terhadap Sekutu Ukraina

Peretas Rusia menyerang Polandia dan negara-negara Nordik dan Baltik.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Serangan siber (ilustrasi)
Foto: Digitaltrends.com
Serangan siber (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perusahaan pertahanan Prancis Thales mengatakan dalam sebuah laporan pada Rabu (29/3/2023), bahwa Rusia menyerang Polandia dan negara-negara Nordik dan Baltik dengan gudang senjata siber yang bertujuan untuk menyebarkan perpecahan dan mempromosikan pesan anti-perang.

Disebutkan, para analis, peretas Rusia menyerang Polandia dan negara-negara Nordik dan Baltik dengan 'senjata siber'. Dimana disebut Moskow semakin menargetkan sekutu Kiev di Eropa, menurut analis AS dan Prancis.

Baca Juga

"Kelompok peretas sipil independen ini telah muncul sebagai komponen baru dalam konflik. Mereka dapat berasimilasi dengan kelompok penjahat dunia maya dengan tujuan dan kepentingan politik tertentu, bertindak berdasarkan keyakinan, namun tidak disponsori secara langsung oleh pemerintah mana pun. Anggota kelompok semacam itu memiliki asal-usul, keterampilan teknis, dan latar belakang yang luas,” kata Thales dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Reuters, Rabu (29/3/2023).

Sekitar 60 persen dari semua serangan dunia maya yang dilaporkan di seluruh dunia dilakukan oleh peretas Rusia, kata laporan itu.

Microsoft mengatakan dalam penilaian ancaman awal bulan ini bahwa peretas Rusia telah melancarkan serangan di setidaknya 17 negara Eropa dalam enam minggu pertama tahun ini. Serangan Rusia di Ukraina dimulai pada 24 Februari tahun lalu, tetapi belum mampu mencetak kemenangan yang menentukan di medan perang atas tetangganya yang jauh lebih kecil.

Thales dan Microsoft mengatakan invasi Rusia disertai dengan serangan siber yang meluas di Ukraina, tetapi mereka berhasil dipukul mundur. “Perang dunia maya tidak memberikan pukulan yang mengubah permainan seperti yang diharapkan Rusia,” kata direktur teknis Thales untuk pertahanan dunia maya, Ivan Fontarensky, menyoroti ketahanan pertahanan Ukraina.

Kedua perusahaan mengatakan Rusia mengalihkan fokus ke negara-negara Eropa lainnya akhir tahun lalu. "Pada kuartal ketiga tahun 2022, Eropa terseret ke dalam perang siber hibrida berintensitas tinggi pada titik balik konflik tersebut,” kata Pierre-Yves Jolivet, wakil presiden Thales untuk solusi siber.

Jolivet mengatakan negara-negara di luar Ukraina menderita 'gelombang besar' serangan DDoS, ketika server dibanjiri permintaan yang merusak jaringan.

Serangan-serangan ini semakin banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Kremlin daripada kelompok resmi, dan mereka bertujuan untuk menyebarkan kekacauan daripada menghancurkan infrastruktur, kata Thales.

Polandia, Latvia, dan Swedia termasuk diantara negara-negara yang paling terpengaruh. Montenegro dan Moldova, negara-negara ini juga calon yang akan bergabung ke Uni Eropa, juga menjadi sasaran serangan siber Rusia.

Microsoft mengatakan dalam penilaiannya bahwa serangan tahun ini di Eropa sebagian besar ditujukan pada entitas pemerintah untuk tujuan spionase. Menyoroti jangkauan global para hacker Rusia, perusahaan itu mengatakan 21 persen serangan di luar Ukraina sejak awal perang telah menghantam Amerika Serikat.

Sementara serangan di luar Ukraina seringkali merupakan pelecehan tingkat rendah, Microsoft mengatakan Rusia mungkin akan memilih alat siber yang lebih merusak di masa mendatang.

“Jika Rusia mengalami lebih banyak kemunduran di medan perang, peretas Rusia mungkin berusaha untuk memperluas penargetan rantai pasokan militer dan kemanusiaan mereka dengan melakukan serangan destruktif di luar Ukraina dan Polandia,” kata Microsoft.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement