Jumat 07 Apr 2023 20:41 WIB

Sergey Lavrov: Setelah Rusia, Barat akan Incar Cina

Sejauh ini Cina diketahui tak mengecam keputusan Rusia menyerang Ukraina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kanan) dan kepala kebijakan luar negeri Partai Komunis China Wang Yi memasuki aula untuk pembicaraan mereka di Moskow, Rusia,  Rabu (22/2/2023).
Foto: Alexander Nemenov/Pool Photo via AP
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kanan) dan kepala kebijakan luar negeri Partai Komunis China Wang Yi memasuki aula untuk pembicaraan mereka di Moskow, Rusia, Rabu (22/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov mengatakan, setelah negaranya dibidik Barat, Cina akan menjadi target berikutnya. Menurut Lavrov, ke depannya Barat pun bakal mengincar negara-negara yang berani bertindak secara independen.

“Mereka (Barat) tidak menyembunyikan bahwa ketika Rusia, seperti yang mereka katakan, ‘dikalahkan’, Cina akan menjadi target berikutnya serta negara mana pun yang berani bertindak secara independen dan memutuskan untuk dipandu oleh kepentingan nasionalnya, bukan ditentukan oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya,” kata Lavrov dalam konferensi pers bersama Menlu Turki Mevlut Cavusoglu di Ankara, Jumat (7/4/2023), dikutip laman Yeni Safak.

Baca Juga

Sejauh ini Cina diketahui tak mengecam keputusan Rusia menyerang Ukraina. Beijing enggan terseret ke dalam konflik tersebut. Kendati demikian, sejumlah negara Barat telah menuduh Cina memasok persenjataan untuk Moskow. Namun Cina dengan tegas membantah tudingan itu.

Pada peringatan satu tahun perang Rusia-Ukraina pada 24 Februari lalu, Cina merilis dokumen bertajuk merilis dokumen bertajuk China’s Position on the Political Settlement of the Ukraine Crisis. Dokumen itu berisi 12 poin usulan Cina untuk menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina.

Ke-12 poin tersebut yakni, menghormati kedaulatan semua negara, meninggalkan mentalitas Perang Dingin, menghentikan permusuhan, melanjutkan pembicaraan damai, menyelesaikan krisis kemanusiaan, melindungi warga sipil dan tahanan perang, menjaga keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir, mengurangi risiko strategis seperti penggunaan senjata nuklir dan senjata kimia, memfasilitasi ekspor gandum, menghentikan sanksi sepihak, menjaga stabilitas industri dan rantai pasok, serta mempromosikan rekonstruksi pasca-konflik.

Dalam konferensi pers di Ankara, Sergey Lavrov turut menyinggung tentang sikap Barat yang seolah tak pernah menemukan momen tepat untuk menerapkan gencatan senjata di Ukraina. Dia menilai, Barat memang tak memiliki intensi mengakhiri konflik di negara tetangga Rusia tersebut.

Dalam pertemuannya dengan Cavusoglu, Lavrov juga membahas tentang kesepakatan koridor gandum Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative (BSGI). Lavrov memperingatkan, jika bagian Rusia dalam BSGI tidak dilaksanakan, maka Moskow dapat mempertimbangkan kembali sikapnya atas kesepakatan tersebut.

“Kami terpaksa melakukan sedikit eskalasi dan memperpanjang (kesepakatan) gandum hanya selama 60 hari. Jika tidak ada kemajuan lebih lanjut, kami akan memikirkan kembali,” ujar Lavrov.

Bulan lalu, Rusia menyatakan siap memperpanjang masa berlaku BSGI. Namun Moskow hanya bersedia memberikan perpanjangan separuh dari total waktu dalam perjanjian, yakni 60 hari.

Menurut Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia memorandum BSGI tidak berfungsi. Tak seperti saat kesepakatan dibuat pada Juli 2022 lalu, sejauh ini tidak ada pengaruh BSGI terhadap pembebasan operasi ekspor pertanian Rusia dari sanksi Barat.

Selain itu, Nebenzia menyebut, BSGI pun telah diubah dari inisiatif kemanusiaan untuk membantu negara-negara berkembang yang menghadapi kenaikan harga pangan akibat konflik Ukraina, menjadi operasi komersial yang menguntungkan empat perusahaan agrobisnis terkemuka milik Barat.

Nebenzia mengungkapkan, Rusia telah secara resmi menyampaikan kepada Ukraina dan Turki sebagai mediator, Moskow tidak keberatan memperpanjang masa aktif BSGI. Namun bukan 120 hari, tapi hanya 60 hari, yakni hingga 18 Mei mendatang terhitung sejak 18 Maret.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement