REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Seorang pejabat kantor kepresidenan Korea Selatan (Korsel) yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan Seoul mengetahui laporan mengenai kebocoran dokumen rahasia militer Amerika Serikat (AS). Ia menambahkan Korsel berencana membahas "masalah yang muncul" akibat kebocoran itu dengan AS.
Tiga orang pejabat AS mengatakan baru-baru ini beberapa dokumen rahasia militer AS diunggah di media sosial. Dokumen ini menunjukkan sebagian gambaran perang Ukraina satu bulan terakhir. Para sumber mengatakan elemen-elemen Rusia atau pro-Rusia kemungkinan dalang dari kebocoran tersebut.
Keaslian dokumen tersebut belum dapat diverifikasi secara mandiri. Departemen Kehakiman AS mengatakan sedang menyelidiki kebocoran tersebut.
Pada Ahad (9/4/2023) surat kabar The New York Times melaporkan dokumen-dokumen yang bocor itu mengenai pembahasan internal pejabat tinggi Korsel mengenai tekanan AS yang mendesak sekutunya membantu mengirim lebih banyak senjata ke Ukraina dan kebijakan Korsel untuk tidak melakukan itu.
Surat kabar tersebut mengatakan Korsel bersedia menjual peluru artilerinya untuk membantu AS mengisi kembali persediannya, dan bersikeras agar "pemakai terakhir" dari peluru itu harus militer AS. Namun pemerintah Korsel khawatir AS akan mengalihkan ke Ukraina.
"Laporan rahasia itu berdasarkan sinyal intelijen, yang mana artinya Amerika Serikat memata-matai salah satu sekutu terbesarnya di Asia," kata the New York Times.
Pejabat dari kantor Kepresidenan Korsel menolak merespon pertanyaan mengenai kemungkinan AS memata-matai Korsel atau mengkonfirmasi detail dokumen-dokumen yang bocor. Ditanya apakah Korsel berencana mengajukan protes atau meminta penjelasan dari AS.
Pejabat itu mengatakan pemerintah Korsel akan meninjau kasus-kasus dan preseden yang pernah melibatkan negara lain. Sejak Rusia menginvasi Ukraina tahun lalu Korsel menandatangani kesepakatan menyediakan ratusan tank, pesawat dan senjata lain ke Polandia yang merupakan negara anggota Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Namun Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan undang-undang Korsel melarang pemerintahnya memasok senjata ke negara yang terlibat dalam konflik sehingga sulit bagi Seoul untuk mengirim senjata ke Ukraina. Pejabat kantor kepresidenan Korsel mengatakan Negeri Ginseng tampaknya tidak akan mengubah kebijakannya.
Yoon dijadwalkan akan bertemu Presiden AS Joe Biden pada 26 April mendatang. Selama kunjungan kenegaraan ke Washington.