REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Lebih dari 100 ribu warga Israel kembali menggelar demonstrasi untuk menolak perombakan sistem yudisial yang didorong pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Sabtu (15/4/2023). Aksi protes tersebut telah berlangsung selama tiga bulan terakhir.
Stasiun televisi Israel, Israeli Channel 12, melaporkan, lebih dari 115 ribu warga berpartisipasi dalam demonstrasi terbaru di Tel Aviv. Mereka berbaris dan berkumpul di Jalan Kaplan. Unjuk rasa juga berlangsung di beberapa daerah Israel lainnya.
Para pengunjuk rasa masih mengusung tuntutan yang sama, yakni mendesak pemerintahan Netanyahu membatalkan rancangan undang-undang (RUU) yang bertujuan merombak sistem peradilan Israel. Mereka menyatakan akan terus meningkatkan tekanan terhadap pemerintahan Netanyahu hingga tuntutan dipenuhi.
Akhir bulan lalu, Netanyahu akhirnya mengumumkan jeda dalam upaya legislasi yang dimaksudkan merombak sistem peradilan di negaranya. Langkah itu diambil setelah gelombang penolakan dan demonstrasi atas inisiatif tersebut kian masif.
"Dari rasa tanggung jawab nasional, dari keinginan untuk mencegah perpecahan di antara rakyat kita, saya telah memutuskan untuk menghentikan pembacaan kedua dan ketiga dari RUU tersebut," kata Netanyahu dalam pidatonya pada 27 Maret lalu.
Netanyahu mengaku ingin menghindarkan Israel dari perang saudara akibat pergolakan yang timbul dari upaya mereformasi sistem yudisial.
"Ketika ada kesempatan untuk menghentikan perang saudara melalui dialog, saya sebagai perdana menteri meluangkan waktu untuk berdialog. Saya memberikan kesempatan nyata untuk dialog nyata," ucapnya.