Senin 17 Apr 2023 19:28 WIB

Putra Shah Terakhir Iran Lakukan Kunjungan Perdana ke Israel

Putra Shah terakhir Iran akan berpartisipasi dalam upacara peringatan Holocaust.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Shah Iran Mohammad Reza Pahlavi membaca pidatonya saat dilantik.
Foto: the times.co.uk
Shah Iran Mohammad Reza Pahlavi membaca pidatonya saat dilantik.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Putra mahkota Iran yang diasingkan Reza Pahlavi dijadwalkan untuk datang ke Israel pekan ini. Kunjungan ini mencerminkan hubungan hangat yang pernah dimiliki ayahnya Shah Mohammad Reza Pahlavi dengan Israel yang kontras dengan permusuhan saat ini antara Israel dan Republik Islam.

Putra Syah terakhir yang memerintah Iran sebelum Revolusi Islam 1979 mengatakan pada Ahad (16/4/2023), bahwa akan menyampaikan pesan persahabatan dari rakyat Iran. Dia akan berpartisipasi dalam upacara peringatan Holocaust tahunan Israel pada Senin (17/4/2023) malam.

Baca Juga

Menteri Intelijen Israel Gila Gamliel akan menjamu Pahlavi. Dia juga akan mengunjungi pabrik desalinasi, melihat Tembok Barat dan bertemu dengan perwakilan komunitas Bahai lokal dan Yahudi Israel keturunan Iran.

Gamliel memuji keputusan berani Pahlavi untuk membuat kunjungan pertamanya ke Israel. “Putra mahkota melambangkan kepemimpinan yang berbeda dari rezim Ayatollah, dan memimpin nilai-nilai perdamaian dan toleransi, berbeda dengan ekstremis yang memerintah Iran,” kata Gamliel merujuk pada pemimpin Revolusi Iran.

Pahlavi meninggalkan Iran pada usia 17 tahun untuk sekolah penerbangan militer di Amerika Serikat (AS), tepat sebelum ayahnya yang terkena kanker meninggalkan tahta untuk diasingkan. Revolusi menyusul yang dilanjutkan dengan pembentukan Republik Islam, pengambilalihan Kedutaan Besar AS di Teheran, dan penyingkiran sisa-sisa monarki yang didukung AS.

Pahlavi yang masih tinggal di AS ini menyerukan revolusi damai. Namun tidak diketahui seberapa besar dukungan untuk kembali berkuasa.

Ayah Pahlavi  memerintah Iran dengan boros dan represif, serta mendapat keuntungan dari kudeta yang didukung CIA pada 1953. Mendiang Syah juga memiliki hubungan diplomatik dan militer yang erat dengan Israel.

Hubungan yang harmonis antara Iran dan Israel berakhir pada 1979.  Saat itu Khomeini menyatakan Israel sebagai 'musuh Islam' dan memutuskan semua hubungan.

Saat ini, kedua negara adalah musuh bebuyutan. Israel menganggap Iran sebagai ancaman terbesarnya, mengutip seruan negara itu untuk penghancuran Israel, dukungannya terhadap kelompok militan yang bermusuhan di perbatasan Israel dan program nuklirnya. Iran membantah tuduhan Israel dan sekutu Baratnya bahwa pihaknya sedang mengejar bom nuklir.

“Saya ingin rakyat Israel tahu bahwa Republik Islam tidak mewakili rakyat Iran. Ikatan kuno antara rakyat kita dapat dihidupkan kembali untuk kepentingan kedua negara,” kata Pahlavi di Twitter. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement