Rabu 19 Apr 2023 15:23 WIB

Warga Sudan Bertahan Hidup di Tengah Pertempuran

Militer dan RSF Sudan berkeliaran di jalanan dengan senapan mesin

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Orang-orang berjalan melewati toko-toko yang tutup di Khartoum, Sudan, Selasa, 18 April 2023. Ibu kota Sudan yang diperangi telah terbangun pada hari keempat pertempuran sengit antara tentara dan kekuatan saingan yang kuat untuk menguasai negara. Serangan udara dan penembakan diintensifkan pada hari Senin di beberapa bagian Khartoum dan kota tetangga Omdurman.
Foto: AP Photo/Marwan Ali
Orang-orang berjalan melewati toko-toko yang tutup di Khartoum, Sudan, Selasa, 18 April 2023. Ibu kota Sudan yang diperangi telah terbangun pada hari keempat pertempuran sengit antara tentara dan kekuatan saingan yang kuat untuk menguasai negara. Serangan udara dan penembakan diintensifkan pada hari Senin di beberapa bagian Khartoum dan kota tetangga Omdurman.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Selama tiga hari terakhir, Howeida al-Hassan dan keluarganya tidur di lantai rumahnya di ibu kota Sudan, Khartoum. Mereka terpaksa tidur di lantai saat suara serangan udara dan tembakan mengelilingi keluarga itu.

Ginekolog yang tinggal di lingkungan al-Fayhaa di Khartoum timur itu mengatakan, keluarganya menghindari jendela karena takut terbunuh atau terluka dalam baku tembak. Di luar, pasukan dari kedua belah pihak berkeliaran di jalan-jalan dipersenjatai senapan mesin dan senjata otomatis, didukung oleh tembakan artileri dan serangan udara.

Baca Juga

“Mereka saling bertarung di tempat terbuka. Peluru nyasar dan tembakan menghantam rumah-rumah,” kata Al-Hassan.

Keluarga Al-Hassan tidak memiliki aliran air atau listrik sejak bentrokan dimulai dan harus mengisi daya ponsel di mobil untuk mengikuti berita terbaru. Al-Hassan pun berkelana ke toko roti terdekat untuk membeli roti pada Senin (17/4/2023).

“Saya berdiri lebih dari tiga jam dalam antrean panjang sementara suara pertempuran terdengar sangat dekat,” kata Al-Hassan sebelum akhirnya bisa mendapatkan rotinya.

Gambar itu adalah kehidupan jutaan warga Sudan yang terperangkap di dalam rumah sejak kekerasan tiba-tiba meletus pada akhir pekan lalu. Konflik terjadi antara angkatan bersenjata Sudan yang dipimpin Jenderal Abdel Fattah Burhan dengan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo.

“Ribuan warga sipil terjebak di rumah mereka, berlindung dari pertempuran, tanpa listrik, tidak dapat keluar dan khawatir kehabisan makanan, air minum dan obat-obatan,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk.

Kehidupan sipil terhenti ketika puluhan ribu pejuang bersenjata berat dari militer dan paramiliter bertempur habis-habisan di daerah pemukiman padat penduduk. Bagi banyak orang, persediaan makanan sudah menipis karena keluar untuk mengisi kembali menjadi terlalu berbahaya.

Berbagi di antara tetangga menjadi penting. Di media sosial, bermunculan postingan yang memberikan informasi apotek dan toko kelontong yang masih buka dan bisa mengantarkan kebutuhan pokok bagi mereka yang terjebak.

Sedangkan pengguna lain memposting nomor telepon atau alamat rumahnya. Mereka menawarkan untuk menerima siapa pun yang terjebak di luar dan mencari perlindungan saat penembakan mendekat.

Warga telah putus asa untuk tercapainya gencatan senjata sementara. Mereka hanya dapat menyimpan persediaan atau pindah ke daerah yang lebih aman.

Media melaporkan kedua belah pihak sepakat untuk menghentikan pertempuran selama 24 jam pada Selasa (18/4/2023), tetapi ketika gencatan senjata yang dilaporkan dimulai pada malam hari berlalu begitu saja.

Pertempuran terus berkecamuk di beberapa bagian kota. Hampir 12 juta dari 46 juta penduduk Sudan tinggal di wilayah ibu kota, tempat sebagian besar pertempuran berpusat. Jumlah korban dari kekerasan sulit ditentukan, karena banyak mayat yang ditinggalkan di jalan, tidak dapat diambil karena bentrokan.

Perhimpunan Dokter Sudan mengatakan, setidaknya 144 warga sipil telah meninggal dan lebih dari 1.400 terluka tetapi jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi. Sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan jumlah korban lebih dari 185 meninggal dan 1.800 terluka, tanpa memberikan rincian warga sipil atau dari pihak yang bentrok.

Pertempuran itu merupakan pukulan baru bagi ekonomi Sudan yang sudah goyah. PBB melaporkan, hampir sepertiga dari populasi negara itu atau hampir 16 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Sedangkan sekitar 11,7 juta yang sudah menghadapi kerawanan pangan akut yang tinggi.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement