REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Intensitas pertempuran mereda di Khartoum pada hari kedua gencatan senjata selama tiga hari di Sudan. Militer mengatakan, awalnya menerima inisiatif diplomatik untuk memperpanjang gencatan senjata saat ini selama tiga hari lagi setelah berakhir Kamis (27/4/2023).
Memanfaatkan ketenangan yang relatif ada, banyak penduduk di Khartoum dan kota tetangga Omdurman keluar dari rumah. Mereka mencari makanan dan air, berbaris di toko roti atau toko bahan makanan.
Kegiatan itu akhirnya bisa dilakukan setelah berhari-hari terjebak di dalam rumah akibat pertempuran antara pasukan militer yang dipimpin Abdel Fattah Burhan and pasukan RSF dipimpin oleh Mohammed Hamdan Dagalo. Beberapa toko atau rumah dapat diperiksa kondisinya usai dihancurkan atau dijarah.
“Ada rasa tenang di daerah dan lingkungan saya,” kata Mahasen Ali, penjual teh yang tinggal di lingkungan selatan Khartoum.
"Tapi semua takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya," ujar Ali.
Prakarsa perpanjangan gencatan sedang diproses dengan ditengahi oleh blok perdagangan delapan negara Afrika Timur yang dikenal sebagai Intergovernmental Authority on Development (IGAD). Pembicaraan tersebut akan mencakup negosiasi langsung antara militer dan Rapid Support Forces (RSF).
Belum ada komentar langsung dari RSF mengenai prakarsa tersebut. Namun jika kedua belah pihak yang bertikai menerima, akan menandai terobosan besar dalam lebih dari satu minggu diplomasi internasional yang intens.
Meski ada indikasi perpanjangan gencatan senjata, nyatanya tembakan dan ledakan terdengar di ibu kota. Penduduk mengatakan bentrokan terjadi di wilayah yang lebih terbatas, terutama di sekitar markas militer dan Istana Republik di Khartoum tengah dan di sekitar pangkalan di Omdurman di seberang Sungai Nil.
Dengan masa depan gencatan senjata yang tidak pasti, banyak yang mengambil kesempatan untuk bergabung dengan puluhan ribu orang yang telah keluar dari ibu kota dalam beberapa hari terakhir. Mereka mencoba keluar dari baku tembak antara pasukan dua jenderal tertinggi Sudan itu.
Makanan semakin sulit didapat dan listrik terputus di sebagian besar ibu kota dan kota-kota lain. Berbagai lembaga bantuan harus menangguhkan operasinya, sebuah pukulan telak di negara sepertiga dari populasi 46 juta orang bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan, hanya satu dari empat rumah sakit di ibu kota yang berfungsi penuh. Pertempuran tersebut telah mengganggu bantuan untuk 50 ribu anak yang kekurangan gizi akut.
Banyak orang Sudan khawatir kedua belah pihak akan meningkatkan pertempuran setelah evakuasi internasional orang asing yang dimulai akhir pekan lalu selesai. Pemerintah Inggris yang melakukan pengangkutan udara terakhir ini masih melangsungkan kegiatanya.
London mengatakan, telah mengevakuasi sekitar 300 orang dengan penerbangan keluar. Mereka merencanakan empat lagi pada Rabu (26/4/2023), berjanji untuk terus berjalan selama mungkin.