REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Afrika bergegas memperpanjang gencatan senjata di Sudan. Angkatan Bersenjata Sudan memberi sinyal positif pada proposal negara-negara Afrika yang menyerukan perundingan sementara pertempuran masih berjalan.
Sudah ratusan orang tewas dalam konflik antara Angkatan Bersenjata dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Konflik perebutan kekuasaan itu sudah berlangsung selama dua pekan dan mengancam hingga ke negara-negara tetangga.
Dalam pernyataannya Kamis (26/4/2023) RSF menuduh angkatan darat menyerang pasukannya dan menyebar "rumor palsu" tanpa menyebut proposal Intergovernmental Authority on Development (IGAD) yang disebutkan angkatan darat. Saksi mata mengatakan terdengar suara ledakan dan serangan udara di Khartoum dan Kota Omdurman dan Bahri.
Gencatan senjata selama tiga hari memberi jeda pertempuran tapi gencatan senjata berakhir pada Kamis tengah malam. Banyak warga negara asing yang masih tertahan di Sudan meski proses evakuasi yang digelar di negara itu merupakan evakuasi terbesar sejak evakuasi Afghanistan 2021.
Sementara warga Sudan yang kesulitan mendapatkan air dan makanan terus melarikan dari Khartoum. Pada Rabu (26/4/2023) pemimpin Angkatan Bersenjata Jenderal Abdel Fattah al-Burhan memberi persetujuan awal proposal perpanjangan gencatan senjata selama 72 jam dan mengirim perwakilan ke Juba, Ibukota Sudan Selatan untuk berunding.
Militer mengatakan presiden Sudan Selatan, Kenya dan Djibouti mengerjakan proposal termasuk gencatan senjata dan perundingan dua berpihak.
"Burhan berterimakasih pada IGAD dan mengungkapkan persetujuan awal pada proposalnya," kata Angkatan Bersenjata Sudan.
Juru bicara IGAD belum menanggapi permintaan komentar. Departemen Luar Negeri AS mengatakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat sedang membahas upaya mengakhiri pertempuran secara permanen.