REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS – Presiden Iran Ebrahim Raisi telah menandatangani sejumlah kesepakatan kerja sama dalam kunjungan perdananya ke Suriah. Kesepakatan itu diteken bersama Presiden Suriah Bashar al-Assad.
“Pemerintah dan rakyat Suriah telah mengalami kesulitan besar. Hari ini, kami sekarang dapat mengatakan bahwa Anda telah mengatasi semua masalah ini dan menang, terlepas dari ancaman dan sanksi yang dijatuhkan terhadap Anda,” kata Raisi kepada Assad seperti dilaporkan media Pemerintah Suriah, Rabu (3/5/2023).
Media Pemerintah Suriah melaporkan, Raisi dan Assad menandatangani perjanjian serta nota kesepahaman di beberapa sektor, termasuk minyak, pertanian, kereta api, dan zona perdagangan bebas. Perusahaan kereta api milik Pemerintah Iran telah lama bercita-cita memperluas jaringannya melalui negara tetangga Irak dan Suriah, menghubungkannya ke pelabuhan Suriah Lattakia di Laut Mediterania untuk meningkatkan perdagangan. Oposisi Suriah dan kritikus Teheran melihat hal itu sebagai upaya lain dari Iran untuk menumbuhkan pengaruh politiknya di kawasan.
Kesepakatan kerja sama lintas-sektor dengan Iran dinilai sangat penting bagi Suriah. Perekonomian negara tersebut terpuruk akibat konflik sipil yang telah berlangsung selama 12 tahun. Inflasi melonjak dan nilai mata uang Suriah anjlok. Saat ini sebagian besar masyarakat Suriah masih harus hidup dengan pemadaman listrik bergilir.
Iran dan Rusia merupakan sekutu utama pemerintahan Assad dalam memerangi kelompok teroris serta oposisi bersenjata di Suriah. Bantuan kedua negara itu telah berhasil membuat pemerintahan Assad menguasai kembali sebagian besar wilayah Suriah yang sebelumnya dikontrol kelompok oposisi bersenjata dan teroris. Raisi pun menyerukan upaya rekonstruksi Suriah. Dia berharap warga Suriah yang mengungsi atau melarikan diri dari perang bersedia kembali ke rumahnya masing-masing.
Raisi merupakan presiden Iran pertama yang mengunjungi Suriah sejak negara tersebut didera konflik sipil pada 2011. Presiden Iran terakhir yang berkunjung ke Damaskus adalah Mahmoud Ahamdinejad pada 2010. Kunjungan Raisi dilakukan ketika beberapa negara Arab, termasuk Mesir dan Arab Saudi, telah membuka diri terhadap pemerintahan Assad.
Ketika konflik di Suriah pecah pada 2011, Liga Arab memutuskan mendepak Damaskus sebagai anggota. Liga Arab mengecam Assad karena gagal bernegosiasi dengan pihak oposisi dan menggunakan kekuatan militer berlebihan untuk membungkam mereka. Sejak saat itu, Suriah dikucilkan oleh dunia Arab.
Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi peningkatan keterlibatan antara Suriah dan negara-negara Arab. Bashar al-Assad telah mengunjungi Uni Emirat Arab (UEA) dan Oman tahun ini. UEA diketahui memutuskan membuka kembali hubungan diplomatik dengan Damaskus pada akhir 2018. Bulan lalu Suriah dan Tunisia juga mengumumkan bahwa mereka akan membuka kembali misi diplomatik di ibu kota masing-masing.
Pada Maret lalu Saudi juga menyampaikan, mereka telah memulai pembicaraan dengan Suriah tentang melanjutkan layanan konsuler. Serangkaian momen tersebut menjadi penanda bahwa dunia Arab siap merangkul kembali Suriah.
Kendati demikian Qatar sempat menyebut bahwa gagasan kembalinya Suriah ke Liga Arab hanyalah spekulasi. Qatar diketahui merupakan salah satu pendukung kelompok oposisi bersenjata dalam konflik di Suriah. Perang 12 tahun di Suriah telah merenggut sekitar setengah juta nyawa dan hampir setengah dari populasinya kini menjadi pengungsi atau pengungsi internal.