REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Selama lebih dari satu dekade, pemimpin oposisi Kemal Kilicdaroglu berjuang di bawah bayang-bayang pesaingnya, Recep Tayyip Erdogan. Mantan birokrat itu merupakan antitesis dari gaya bombastis Erdogan.
Pada Maret lalu, Kilicdaroglu mencalonkan diri sebagai kandidat untuk aliansi oposisi kuat enam partai, yang kemudian didukung oleh partai-partai di luar koalisi Table of Six. Kilicdaroglu unggul dalam jajak pendapat melawan Erdogan. Kilicdaroglu yang berusia 74 tahun itu telah memusatkan kampanye pada janji untuk mengembalikan Turki ke demokrasi parlementer. Langkah ini akan mengakhiri sistem presidensial yang diperkenalkan oleh Erdogan.
“Kemenangan Kemal Bey (Kilicdaroglu) akan berarti kemenangan demokrasi di Turki lagi,” kata Murat Emir, seorang anggota parlemen dari Partai Cumhuriyet Halk (Partai Rakyat Republik, CHP).
Dia menyebut, rezim Erdogan sebagai rezim otoriter yang akan kalah dan kekuatan mendukung demokrasi akan menang. "(Ini) akan menciptakan harapan di semua negara," tambah Emir.
Lantas, siapa Kemal Kilicdaroglu dan mengapa ia berani mengajukan diri menghadapi Erdogan dalam pemilu? Dilaporkan Aljazirah, Sabtu (13/5/2023), Kilicdaroglu lahir di Provinsi Tunceli, di Turki bagian timur. Kilicdaroglu mengukir karir sebagai akuntan pemerintah. Karirnya meningkat selama 20 tahun dan dia menjabat sebagai kepala lembaga asuransi sosial Turki. Dia meninggalkan pamong praja pada 1999 dan segera bergabung dengan Partai Sol Demokratik (Kiri Demokratik) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Bulent Ecevit.
Kilicdaroglu gagal masuk ke dalam partai pada pemilu 1999. Kemudian dia beralih ke CHP dan masuk parlemen tiga tahun kemudian sebagai wakil Istanbul. Dia mendapatkan reputasi karena mengungkap korupsi.
Kilicdaroglu gagal menjadi wali kota Istanbul pada 2009. Tahun berikutnya, Kilicdaroglu menerima dukungan luar biasa untuk tawaran kepemimpinan partainya setelah petahana saat itu dilanda skandal rekaman seks.
Selama 13 tahun masa jabatannya sebagai ketua partai politik tertua di Turki, yang didirikan oleh pendiri negara Mustafa Kemal Ataturk, Kilicdaroglu telah menjauhkan CHP dari akar Kemalisnya. Dia mengubah haluan CHP menjadi gerakan sosial demokrat yang mampu menjangkau pemilih konservatif yang menjadi basis pendukung Erdogan.
Pendekatan ini sebagian besar gagal diterjemahkan ke dalam pemungutan suara sampai pemilihan lokal pada 2019. CHP bersekutu dengan partai sayap kanan Iyi dan Partai Saadet yang ultra-konservatif, serta didukung oleh partai pro-Kurdi utama Turki yaitu Partai Halkların Demokratik (Partai Demokratik Rakyat, HDP). Dengan dukungan koalisi itu, CHP memenangkan suara dari Partai AK di sejuah kota besar termasuk Istanbul dan Ankara.
Tanda pertama Kilicdaroglu mengibaskan citra birokratnya terjadi dua tahun sebelumnya ketika dia berusia 68 tahun. Saat itu, Kilicdaroglu melakukan pawai dengan tajuk “March for Justice” sejauh 450 kilometer dari Ankara ke Istanbul. Pawai itu sebagai protes atas pemenjaraan seorang wakil CHP dan tindakan keras pemerintah yang lebih luas setelah percobaan kudeta pada 2016.
Keberhasilan pemilu 2019 membuat Kilicdaroglu memperluas aliansi oposisi menjadi enam partai, termasuk dua partai yang dipimpin oleh mantan menteri Erdogan. Kilicdaroglu juga mempererat hubungan dengan HDP, partai oposisi terbesar kedua di Turki.
Selama kampanye, Kilicdaroglu menggunakan citranya yang lebih sederhana untuk menjangkau pendukungnya melalui media sosial, terutama kepada 4,9 juta pemilih pemula di Turki. Dia kerap merekam video kampanye dari dari dapur atau ruang kerjanya di Ankara. Dia muncul dengan kemeja putih berleher terbuka, dan lengan baju yang digulung.
Baca juga : Jungkir Balikkan Lembaga Survei, Erdogan Sementara Unggul 49 Persen di Pemilu Turki
Kilicdaroglu menganut kepercayaan Alevis. Alevis adalah minoritas agama yang memiliki karakteristik serupa dengan Syiah, Sufisme, dan tradisi rakyat Anatolia. Alevis membentuk sekitar 10 persen hingga 15 persen dari populasi Turki dan telah menghadapi diskriminasi yang meluas.
Beberapa orang menilai kepercayaan minoritas yang dianut Kilicdaroglu bisa menjadi penghalang dalam memenangkan pemilih. Akan tetapi dengan mengatasi latar belakang sebagai penganut Alevis, dia berjanji untuk mewakili semua warga negara tanpa memandang agama atau etnis.
Kilicdaroglu menjanjikan demokratisasi lebih lanjut. Pihak oposisi juga akan kembali ke kebijakan ekonomi yang lebih konvensional. Kilicdaroglu menyatakan, jika terpilih dia akan mengirim 3,6 juta warga Suriah yang saat ini tinggal di Turki kembali ke negara asal mereka dalam dua tahun. Ini adalah sebuah kebijakan yang menarik bagi mayoritas warga Turki tetapi mengkhawatirkan bagi banyak warga Suriah yang telah tinggal di Turki selama bertahun-tahun.
Baca juga : Jadwal Final Sepak Bola SEA Games 2023, Ini Pesan Bek Thailand ke Suporter Indonesia