Kamis 18 May 2023 08:53 WIB

Oposisi Turki Klaim Kecurangan dalam Pemilihan Umum

Partai-partai oposisi di Turki melaporkan keanehan surat suara pemilu

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Turkish President Recep Tayyip Erdogan, right, and his wife Emine gesture to supporters at the party headquarters, in Ankara, Turkey, early Monday, May 15, 2023. Erdogan, who has ruled his country with an increasingly firm grip for 20 years, was locked in a tight election race Sunday, with a make-or-break runoff against his chief challenger possible as the final votes were counted.
Foto: AP Photo/Ali Unal
Turkish President Recep Tayyip Erdogan, right, and his wife Emine gesture to supporters at the party headquarters, in Ankara, Turkey, early Monday, May 15, 2023. Erdogan, who has ruled his country with an increasingly firm grip for 20 years, was locked in a tight election race Sunday, with a make-or-break runoff against his chief challenger possible as the final votes were counted.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Partai-partai oposisi di Turki melaporkan ribuan ketidaksesuaian dan keanehan surat suara pemilihan parlemen dan presiden. Partai Republik Rakyat (CHP) dan Partai Hijau Kiri (YSP) menyuarakan kekhawatiran dan keluhan mengenai ketidakcocokan antara suara yang dihitung di tempat pemungutan suara (TPS) dengan yang dikirimkan ke sistem Dewan Tertinggi Pemilihan (YSK).

Wakil Ketua CHP Muharrem Erkek mengatakan partainya menemukan keanehan pada 7.094 kotak suara setelah memeriksa lebih dari 201 ribu kotak suara dari Turki dan luar negeri. CHP menolak 4.825 suara pemilihan parlemen dan 2.269 suara pemilihan presiden.

Baca Juga

Pemilihan presiden Turki akan memasuki putaran kedua pada 28 Mei mendatang setelah Presiden Tayyip Erdogan dan ketua oposisi dari CHP Kemal Kilicdaroglu gagal melampaui 50 persen suara untuk memenangkan pemilihan dalam satu putaran.

Erdogan memimpin perolehan suara dengan 49.5 persen suara sementara Kilicdaroglu mendapatkan 44,89 persen suara. Erkek mengatakan suara untuk Kilicdaroglu dialokasikan ke Muharrem Ince yang mundur dari pemilihan presiden tiga hari sebelum pemilihan. Komisi pemilihan umum tidak memiliki cukup waktu untuk mencetak surat suara tanpa namanya. Di Ankara, Erkek mengatakan suara tambahan juga diberikan ke Erdogan. Ia tidak memberikan bukti apa pun.

"Kami mengikuti setiap suara, bahkan bila tidak mengubah hasil secara keseluruhan," kata Erkek seperti dikutip Aljazirah, Rabu (17/5/2023).

Partai berkuasa yang dipimpin Erdogan, AK Party meraih paling banyak suara. Partai Gerakan nasionalis (MHP) yang merupakan anggota aliansi AK Party tampil lebih baik dari prediksi dengan memperoleh lebih dari 10 persen suara. YSP yang kandidat pemilihan parlemen dari partai pro-Kurdi, Partai Demokrasi Rakyat (HDP) mengatakan menemukan lebih dari 1.000 kasus salah entri.

"Kami tidak memiliki bukti untuk mengatakan apakah terdapat kejahatan terorganisir di balik kesalahan-kesalahan ini atau apakah seseorang dengan sengaja mencoba mempengaruhi hasil pemilihan," kata juru bicara YSP Mehmet Rustu Tiryaki.

YSP yang mendukung Kilicdaroglu dalam pemilihan presiden. Komisi pemilihan umum mempublikasikan data pada Jumat (19/5/2023). Namun telah berbagi informasi pemilih dengan partai-partai politik. CHP mengajak pemilih memeriksa data catatan TPS yang diunggah di situs YSK. Hal ini mendorong masyarakat mengunggah ketidakcocokan di media sosial termasuk wilayah mayoritas Kurdi di mana tampaknya suara HDP/YSP dikirim ke MHP.

Walaupun pemilihan umum di Turki dikritik karena mengizinkan partai berkuasa mendapatkan keuntungan tidak adil karena bisa menggunakan sumber daya negara, menguasai media dan melakukan intimidasi hukum pada lawan politik. Pemilihannya sendiri dianggap cukup aman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement