REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di sela-sela KTT G7 di Hiroshima, Jepang, Ahad (21/5/2023). Pada kesempatan itu, Jokowi menyampaikan keprihatinan perihal kebijakan deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan, hal pertama yang disampaikan Jokowi dalam pertemuan bilateral dengan von der Leyen adalah mengenai pentingnya penyelesaian perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (Indonesia-EU CEPA). Jokowi berharap negosiasi kesepakatan tersebut dapat selesai paling lambat tahun depan.
“Kemudian (hal) yang kedua, (Presiden Jokowi) menyampaikan concern terkait kebijakan deforestasi Uni Eropa atau EUDR yang telah diadopsi. Indonesia mengharapkan bahwa benchmarking process harus dilakukan secara transparan dan objektif,” kata Menlu Retno, dalam keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri, Senin (22/5/2023).
Jokowi menyampaikan kepada Ursula von der Leyen bahwa deforestasi Indonesia menurun sangat tajam, yakni sebesar 75 persen pada 2019-2020. Dia menekankan bahwa kondisi tersebut harus dilihat secara objektif.
“Hal ketiga yang disampaikan Presiden (Jokowi) kepada Presiden Komisi Eropa adalah bahwa Indonesia dan Malaysia akan lakukan misi bersama ke Brussels untuk menyampaikan semua data agar Uni Eropa lebih paham situasi Indonesia saat ini dan tidak terus mengambil kebijakan yang merugikan,” ujar Menlu Retno.
Menurut Retno, Ursula von der Leyen berjanji akan memperhatikan semua fakta dan data yang disampaikan Indonesia. Uni Eropa telah resmi menerapkan EUDR. Itu menjadi upaya Perhimpunan Benua Biru untuk berperan dalam menekan penggundulan hutan di dunia. Dengan diberlakukannya EUDR, Uni Eropa bakal memfilter dan melakukan uji tuntas terhadap komoditas-komoditas yang memasuki wilayahnya.
Mengutip keterangan laman resmi European Council, EUDR secara spesifik menyebut minyak sawit, kopi, kayu, sapi, kakao, karet, serta kedelai sebagai komoditas yang wajib dilakukan uji tuntas terhadap semua pelaku usaha yang terkait dalam rantai pasok. Produk turunan dari komoditas-komoditas terkait, seperti cokelat, kulit, dan furnitur juga bakal dibidik dalam proses uji tuntas. Sawit diketahui merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia.