Selasa 23 May 2023 11:05 WIB

PM Rusia Kunjungi Cina dan akan Temui Presiden Xi Jinping

Rusia dan Cina telah meningkatkan kerja sama bilateral beberapa tahun terakhir.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin melakukan kunjungan kenegaraan ke Cina. Dia diagendakan bertemu Presiden Cina Xi Jinping dan menandatangani sejumlah kesepakatan kerja sama bilateral.
Foto: Dmitry Astakhov, Sputnik, via AP
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin melakukan kunjungan kenegaraan ke Cina. Dia diagendakan bertemu Presiden Cina Xi Jinping dan menandatangani sejumlah kesepakatan kerja sama bilateral.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin melakukan kunjungan kenegaraan ke Cina. Dia diagendakan bertemu Presiden Cina Xi Jinping dan menandatangani sejumlah kesepakatan kerja sama bilateral.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia mengungkapkan, Mishustin mendarat di Shanghai pada Senin (22/5/2023) malam. Dia disambut oleh Duta Besar Rusia untuk Cina Igor Morgulov dan Duta Besar Cina untuk Rusia Zhang Hanhui.

Baca Juga

Kemenlu Rusia mengatakan, selama berada di Shanghai, Mishustin bakal berpartisipasi dalam Russian-Chinese Business Forum. Menurut laporan Bloomberg, forum tersebut mengundang sejumlah konglomerat Rusia yang terkena sanksi, termasuk dari sektor utama seperti pupuk, baja, dan pertambangan.

Menurut Kemenlu Rusia, saat berada di Shanghai, Mishustin memang akan bertemu dan mengadakan pembicaraan dengan perwakilan lingkaran bisnis Rusia. Selain itu, Mishustin juga diagendakan mengunjungi lembaga penelitian petrokimia di kota tersebut.

Setelah menyelesaikan agendanya Shanghai, Mishustin akan bertolak ke Beijing. Menurut kantor berita Rusia, TASS, Mishustin diagendakan bertemu Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang. Dalam pertemuan itu, mereka disebut akan menandatangani serangkaian kesepakatan di bidang infrastruktur dan perdagangan.

Rusia dan Cina telah meningkatkan kerja sama bilateral serta kontak diplomatik dalam beberapa tahun terakhir. Kemitraan strategis mereka kian erat sejak perang di Ukraina pecah pada Februari 2022. Berbeda dengan Barat yang mengecam Moskow dalam konflik tersebut, Beijing lebih memilih netral. Hingga saat ini Cina belum pernah melayangkan kecaman kepada Rusia terkait keputusannya menyerang Ukraina.

Pada peringatan satu tahun perang Rusia-Ukraina 24 Februari 2023 lalu, Cina merilis dokumen bertajuk merilis dokumen bertajuk China’s Position on the Political Settlement of the Ukraine Crisis. Dokumen itu berisi 12 poin usulan Cina untuk menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina.

Dua belas poin tersebut, yakni menghormati kedaulatan semua negara, meninggalkan mentalitas Perang Dingin, menghentikan permusuhan, melanjutkan pembicaraan damai, menyelesaikan krisis kemanusiaan, melindungi warga sipil dan tahanan perang, menjaga keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir, mengurangi risiko strategis seperti penggunaan senjata nuklir dan senjata kimia, memfasilitasi ekspor gandum, menghentikan sanksi sepihak, menjaga stabilitas industri dan rantai pasok, serta mempromosikan rekonstruksi pasca-konflik. 

Setelah Cina merilis dokumen tersebut, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tertarik untuk melibatkan Beijing dalam proses penyelesaian konflik. Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press pada 29 Maret 2023 lalu, Zelensky mengatakan dia sudah mengundang Xi Jinping untuk berkunjung ke Kiev. 

Pada 26 April 2023, Zelenskyy akhirnya melakukan percakapan via telepon dengan Xi.  Itu menjadi perbincangan perdana mereka sejak Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022. “Saya melakukan panggilan telepon yang panjang dan bermakna dengan Presiden Xi Jinping. Saya percaya panggilan (telepon) ini, serta penunjukan duta besar Ukraina untuk Cina, akan memberikan dorongan yang kuat bagi perkembangan hubungan bilateral kita,” tulis Zelenskyy di akun Twitter-nya.

Zelenskyy tak menerangkan secara mendetail tentang hal apa saja yang dibahasnya dengan Xi Jinping. Sementara itu, China Central Television (CCTV) mengungkapkan, dalam percakapan dengan Zelenskyy, salah satu isu utama yang dibahas Xi adalah tentang krisis Ukraina. 

Xi menekankan kepada Zelenskyy bahwa pembicaraan dan negosiasi adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri peperangan. “Mengenai masalah krisis Ukraina, Cina selalu berdiri di sisi perdamaian dan posisi intinya adalah untuk mempromosikan pembicaraan damai,” kata CCTV mengutip pernyataan Xi.

Xi pun meyakinkan Zelenskyy bahwa Cina tidak akan berusaha memperpanas konfrontasi, apalagi memanfaatkan krisis Ukraina untuk memperoleh keuntungan tertentu. “Ketika berhadapan dengan masalah nuklir, semua pihak yang berkepentingan harus tetap tenang dan menahan diri, benar-benar fokus pada masa depan dan nasib mereka sendiri dan seluruh umat manusia, serta bersama-sama mengelola dan mengendalikan krisis,” ucap Xi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement