REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pierre Kremer dari Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) mengatakan, pengungsi Sudan yang datang ke Chad dengan sangat cepat. Sehingga tidak mungkin memindahkan mereka ke tempat yang lebih aman sebelum musim hujan pada akhir Juni mendatang. Curah hujan yang tinggi menimbulkan risiko bencana.
Pekan ini badan pengungsi PBB mengatakan, sekitar 60 sampai 90 ribu warga Sudan mengungsi ke Chad sejak kekerasan pecah di negara mereka bulan lalu. Puluhan ribu orang memadati kamp darurat di desa yang bernama Borota.
"Kami tahu kami tidak akan bisa memindahkan semuanya sebelum musim hujan, sekarang ini sedikit berkejaran dengan waktu untuk memindah sebanyak mungkin yang kami bisa, kami lari dari risiko bencana kemanusiaan besar di daerah ini," kata Kremer dalam konferensi pers melalui sambungan video dari Nairobi, Selasa (23/5/2023).
Akses ke daerah itu diperkirakan akan sulit setelah musim hujan di mulai karena derasnya arus yang dikenal wadi, memotong jalur pasokan. Sekitar 80 persen pengungsi adalah perempuan dan anak-anak yang sebagian terpisah dari orang tua mereka saat melarikan diri dari Darfur, salah satu lokasi perang di antara faksi militer.
Kremer mengatakan, terdapat laporan gigitan ular dan kalajengking pada pengungsi yang tidur di atas tanah. Badan pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan sedang berusaha memindahkan pengungsi yang berkumpul di daerah perbatasan ke kamp-kamp pengungsi yang sudah ada di Chad dan mendirikan lima kamp pengungsi yang baru.
Juru bicara UNHCR di Chad, Eunji Byun mengatakan, banyak pengungsi yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya dan rumah mereka terbakar. Byun mengatakan banyak remaja yang mengungsi bersama bayi tanpa orang tua mereka.
"Saya sangat sedih melihat mereka, ini sangat besar bagi anak-anak dan sangat menyedihkan karena mereka tidak tahu di mana orang tua mereka," kata Byun.