REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Beberapa hari sebelum pemilihan presiden putaran kedua Turki, ada ketidaksepakatan dan ketidakpastian dalam pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan mengenai program ekonomi. Menurut wawancara dengan sembilan sumber, yang terdiri dari pejabat pemerintah atau orang lain yang memiliki pengetahuan langsung tentang masalah ini, kelompok informal anggota partai berkuasa telah berkumpul dalam beberapa minggu terakhir untuk membahas bagaimana mereka dapat mengadopsi kebijakan baru kenaikan suku bunga secara bertahap dan pinjaman.
Empat sumber yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, Erdogan tidak terlibat langsung dalam pembicaraan, termasuk beberapa anggota Partai AK yang berada di luar pemerintahan tetapi memegang posisi senior di masa lalu. Di sisi lain pejabat dan anggota kabinet secara terbuka menyatakan, mereka ingin program saat ini tetap berjalan dengan meningkatkan ekspor dan pertumbuhan ekonomi melalui penurunan suku bunga dan pasar valas, kredit, dan utang yang dikelola dengan ketat.
Dengan jatuhnya cadangan devisa, beberapa analis mengatakan Turki dapat menghadapi kehancuran ekonomi lainnya karena inflasi melonjak lagi dan membebani neraca pembayarannya. Hal ini dapat dicegah jika pemerintah mengubah arah.
"Mereka sedang mempelajari model ekonomi baru, karena model yang ada tidak dapat dipertahankan. Pada dasarnya, itu akan secara bertahap menaikkan suku bunga dan mengakhiri struktur penggunaan beberapa suku bunga," kata seorang pejabat senior yang mengetahui masalah tersebut.
Kelompok itu belum menyampaikan rencana lengkapnya kepada Erdogan. Sementara kantor Erdogan tidak bersedia untuk dimintai komentar.
Jika kembali berkuasa, Erdogan berjanji akan menurunkan suku bunga dan mengendalikan inflasi. Namun semua sumber mengatakan, tidak ada indikasi bahwa Erdogan telah membuat keputusan. Sebagian besar sumber mengatakan, Erdogan sebelumnya telah mendengar kekhawatiran atas ketegangan ekonomi yang meningkat dan cadangan devisa yang menipis.
Tiga sumber mengatakan, Erdogan bisa bertahan setidaknya untuk beberapa bulan ke depan, didorong oleh hasil kemenangan pemilu putaran pertama.
Analis mengatakan presiden berada di posisi terdepan untuk memenangkan pemilu putaran kedua.
"Ada dua pendapat berbeda di dalam partai," kata sumber lain, yang merupakan seorang pejabat Partai AK yang berkuasa.
Sumber itu menambahkan, keputusan apa pun akan berusaha untuk menjaga stabilitas ekonomi melalui ujian pemilihan kritis berikutnya, yaitu pemilihan kota pada Maret tahun depan.
Seorang pejabat ketiga menyatakan, hasil pemilu yang kuat pada akhirnya dapat meyakinkan para pemimpin bahwa perubahan cepat tidak diperlukan.
Kemungkinan Pivot Atau Mengubah Arah Kebijakan Ekonomi
Para ekonom mengatakan, mata uang lira telah kehilangan hampir 80 persen nilainya terhadap dolar dalam lima tahun terakhir, karena kebijakan ekonomi Erdogan. Nilai lira telah menyentuh rekor terendah baru sejak pemungutan suara awal, sementara ukuran risiko investasi telah melonjak.
Aliansi oposisi Kemal Kilicdaroglu berjanji untuk membalikkan program Erdogan dengan kenaikan rate yang agresif dan kembali ke prinsip pasar bebas. Prospek ini menyemangati investor internasional menjelang pemilihan putaran kedua.
Kendati memproklamirkan diri sebagai "musuh" suku bunga, Erdogan kadang-kadang mengambil pendekatan yang lebih ortodoks ketika menghadapi krisis ekonomi masa lalu. Kelompok informal yang mengerjakan rencana baru tidak mempertimbangkan pengetatan moneter yang agresif, melainkan menekankan tingkat kebijakan di pasar pinjaman.
Empat sumber mengatakan, pilihan lainnya adalah menggunakan lembaga publik dan subsidi negara untuk memberikan kredit selektif. Fitch mengatakan, peringkat kredit B negatif Turki tergantung pada apakah kebijakan pasca pemilihan menjadi lebih kredibel dan konsisten karena tekanan pada lira, defisit neraca berjalan yang lebar, penurunan cadangan, dan inflasi yang tinggi.
Outlook Pertumbuhan Ekonomi yang Suram
Erdogan menunjuk menteri ekonomi baru dan gubernur bank sentral pada 2021, dan mulai memangkas suku bunga menjadi 8,5 persen dari 19 persen pada saat itu. Langkah ini memicu kehancuran mata uang lira pada 2021 dan menyebabkan inflasi di atas 85 persen tahun lalu. Hal ini mendorong lebih dari 100 peraturan baru yang menghambat kepemilikan mata uang asing dan meningkatkan kepemilikan obligasi bank.
Kebijakan bank sentral untuk menstabilkan lira, membuat cadangan devisa bersih Turki menjadi negatif untuk pertama kalinya sejak 2002. Sementara bank sentral telah menjual emas senilai 9 miliar dolar AS sejak Maret untuk memenuhi permintaan pra-pemilu. Para ekonom mengatakan, pihak berwenang dapat mencari lebih banyak valuta asing dari sekutu asing, atau lebih lanjut menekan permintaan yang dapat memperlambat pertumbuhan dan berisiko menekan modal lebih lanjut.
"Semuanya mengarah pada prospek yang sangat suram. Sulit dipercaya bahwa hal ini dapat dipertahankan," kata CIO of Emerging Markets Debt di FIM Partners, Francesc Balcells.
"Anda bisa berdebat (Erdogan) bisa berubah pikiran dan kemudian memeluk ortodoksi. Saya tidak mengesampingkannya. Tapi pada akhirnya, saya pikir dasar keyakinan ekonominya tidak akan berubah," ujar Balcells.
Menjelang pemilihan putaran kedua, Erdogan mengisyaratkan kemungkinan perubahan. Dia mengatakan, mantan menteri keuangan Mehmet Simsek, yang dikenal baik oleh investor internasional, dapat kembali ke pemerintahan untuk membantu membentuk kebijakan. Tetapi masih belum diketahui bagaimana peran Simsek jika Erdogan memenangkan putaran kedua.
Para pejabat menginginkan program ekonomi saat ini tetap berjalan. Mereka mengatakan, kebijakan pinjaman selektif yang memprioritaskan teknologi, energi, sumber daya alam, dan pariwisata diperkirakan akan berkontribusi secara kumulatif sekitar 289 miliar dolar AS ke neraca berjalan pada 2030, sehingga mendukung kenaikan nilai mata uang lira.