Jumat 26 May 2023 10:00 WIB

Pemilih Turki Pertimbangkan Keputusan Akhir untuk Masa Depan Negara

Rakyat Turki akan melaksanakan pemilu putaran kedua pada 28 Mei 2023.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Petugas pemilu menyiapkan surat suara di sebuah tempat pemungutan suara di tempat pemungutan suara di Istanbul, Turki,  Ahad, (14/5/2023).
Foto: AP/ Francisco Seco
Petugas pemilu menyiapkan surat suara di sebuah tempat pemungutan suara di tempat pemungutan suara di Istanbul, Turki, Ahad, (14/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Para pemilihan Turki akan kembali ke tempat pemungutan suara untuk melaksanakan pemilu putaran kedua pada Ahad (28/5/2023) mendatang. Suara para pemilihan akan menentukan apakah Presiden Recep Tayyip Erdogan akan melanjutkan jabatannya selama tiga periode, atau pemimpin oposisi, Kemal Kilicdaroglu yang berjanji memulihkan demokrasi.

Erdogan merupakan seorang pemimpin populis dan polarisasi yang telah memerintah Turki selama 20 tahun. Dia berada dalam posisi yang baik untuk menang setelah gagal meraih kemenangan dalam pemilu putaran pertama pada 14 Mei. Tingginya Inflasi dan dampak gempa dahsyat pada Februari membayangi pemerintahan Erdogan.

Baca Juga

Sementara itu, pemimpin partai oposisi utama pro-sekuler Turki dan aliansi enam partai, Kilicdaroglu telah berkampanye dengan janji untuk membatalkan kecenderungan otoriter Erdogan.  Mantan birokrat berusia 74 tahun itu menggambarkan pemilu putaran kedua sebagai referendum tentang arah negara Turki yang berlokasi strategis, yang berada di persimpangan Eropa dan Asia dan memiliki suara kunci atas ekspansi aliansi tersebut.

“Ini adalah perjuangan eksistensial.  Turki akan terseret ke dalam kegelapan atau terang. Ini lebih dari pemilu. Ini telah berubah menjadi referendum," ujar Kilicdaroglu.

Dalam upaya untuk memengaruhi pemilih nasionalis menjelang putaran kedua pada Ahad (28/5/2023), Kilicdaroglu yang biasanya bersikap lembut mengubah sikap dan mengeraskan pendiriannya. Dia berjanji untuk mengirim kembali jutaan pengungsi Suriah jika dia terpilih. Dia juga menolak kemungkinan negosiasi damai dengan militan Kurdi.

Kilicdaroglu berencana untuk memulangkan warga Suriah dalam waktu dua tahun, setelah menetapkan kondisi ekonomi dan keamanan yang kondusif untuk kepulangan mereka. Dia juga telah berulang kali meminta 8 juta orang yang menjauh dari pemungutan suara di putaran pertama untuk memberikan suara pada putaran kedua.

Pada pemilu putaran pertama, Erdogan meraih 49,5 persen suara. Sementara Kilicdaroglu meraih 44,9 persen suara.

Erdogan sudah menjadi pemimpin terlama di Turki. Dia memerintah negara itu sebagai perdana menteri sejak 2003 dan sebagai presiden sejak 2014. Jika terpilih kembali, Erdogan bisa tetap berkuasa hingga 2028.

Di bawah Erdogan, Turki telah terbukti menjadi sekutu NATO yang sangat diperlukan namun terkadang menyusahkan. Turki memveto tawaran Swedia untuk bergabung dengan aliansi NATO, dan membeli sistem pertahanan rudal Rusia, yang mendorong Amerika Serikat mengusir Turki dari proyek jet tempur yang dipimpin negara adikuasa tersebut. Namun bersama dengan PBB, Turki juga menjadi perantara kesepakatan penting yang memungkinkan Ukraina mengirimkan biji-bijian melalui Laut Hitam ke belahan dunia yang berjuang melawan kelaparan.

Pekan ini, Erdogan menerima dukungan dari kandidat capres ketiga Sinan Ogan, yang memperoleh 5,2 persen suara dalam pemilu putaran pertama. Langkah tersebut dipandang sebagai dorongan bagi Erdogan, kendati pendukung Ogan bukanlah blok monolitik dan tidak semua suaranya diharapkan jatuh ke tangan Erdogan.

Aliansi nasionalis-Islam Erdogan juga mempertahankan cengkeramannya di parlemen dalam pemilihan legislatif dua pekan lalu. Hal ini semakin meningkatkan peluangnya untuk terpilih kembali karena banyak pemilih cenderung ingin menghindari pemerintahan yang terpecah.

Pada Rabu (24/5/2023), pemimpin partai garis keras anti-migran yang mendukung Ogan, memilih untuk mendukung Kilicdaroglu setelah keduanya menandatangani protokol yang berjanji untuk mengirim kembali jutaan migran dan pengungsi dalam tahun ini.

Peluang Kilicdaroglu untuk membalikkan hasil pemungutan suara tampaknya tipis. Tetapi dapat bergantung pada kemampuan oposisi untuk memobilisasi pemilih yang tidak memberikan suara pada putaran pertama.

“Tidak mungkin untuk mengatakan bahwa peluang menguntungkannya, tetapi bagaimanapun, secara teknis, dia memiliki peluang,” kata Profesor Serhat Guvenc dari Universitas Kadir Has Istanbul.

"Jika oposisi dapat menjangkau pemilih yang sebelumnya tinggal di rumah, mungkin ceritanya akan berbeda," ujar Guvenc.

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement