Tradisi demokrasi
Nicholas Danforth, sejarawan Turki dan non-resident fellow di lembaga think tank ELIAMEP, mengatakan Turki memiliki tradisi panjang nasionalisme dan demokrasi. Saat ini, menurut dia, jelas kelompok nasionalis lebih dominan.
‘’Erdogan menggabungkan kebanggaan nasional dan religius, menawarkan penolakan elitisme kepada para pemilih,’’ kata Danforth. Banyak orang tahu siapa Erdogan, visinya untuk negara, dan tampaknya kebanyakan dari mereka telah membuktikannya.
Erdogan berupaya mengatasi tantangan politik yang berat selama ini. Ia memelihara loyalitas pemilih saleh yang merasa tertekan dalam situasi sekuler Turki. Tak hanya itu, ia mampu bertahan dari upaya kudeta dan skandal korupsi.
Di sisi lain, Erdogan dianggap terlalu memegang kendali sebagian besar lembaga di Turki. Human Rights Watch dalam World Report 2022, menyatakan, pemerintahan Erdogan membuat mundur catatan HAM Turki dalam beberapa dekade ini.
Baca Juga: Pendukung Yakin, Erdogan Menang Bersamaan dengan Perayaan Penaklukan Konstantinopel 1453
Namun, jika akhirnya warga Turki menghentikan kekuasaan Erdogan pada putaran kedua pilpres hari ini, penyebabnya besarnya karena turunnya kemampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar. Inflasi tinggi saat ini membekap Turki.
Kilicdaroglu mantan PNS, menjanjikan perubahan kebijakan Erdogan yang membuat Turki dalam krisis ekonomi saat ini. Ia bakal merombak kebijakan dalam negeri, luar negeri, dan ekonomi tentunya. Ia pun berencana mengubah sistem pemerintahan.
Saat ini, Turki menjalankan sistem pemerintahan presidensial menyusul referendum pada 2017. Sebelumnya, Turki menganut sistem parlementer. Perdana menteri menjadi jabatan tertinggi dalam pemerintahan. Saat ini adalah presiden.