REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan, dia akan menyambut pemulihan penuh hubungan diplomatik antara negaranya dan Mesir. Komentar Khamenei membuka prospek pencairan hubungan Teheran dengan Kairo setelah dibekap ketegangan dalam beberapa dekade.
Televisi Pemerintah Iran mengutip pernyataan Khamenei saat menerima kunjungan Sultan Oman Haitham bin Tariq, Ahad (28/5/2023). Oman diketahui telah lama menjadi mediator pembicaraan antara Iran dan negara-negara Barat.
“Kami menyambut baik isu ini (pemulihan penuh hubungan dengan Mesir) dan tidak memiliki masalah dalam hal ini,” ujar Khamenei.
Belum ada tanggapan resmi dari Mesir atas pernyataan Khamenei. Pejabat-pejabat Mesir pun masih mengabaikan permintaan komentar.
Setelah Iran melakukan revolusi pada 1979, Mesir, yang kala itu dipimpin Anwar Sadat, memilih memutuskan hubungan dengan Teheran. Sadat diketahui merupakan teman dekat Shah Mohammad Reza Pahlavi, pemimpin Iran yang digulingkan dalam revolusi.
Keputusan Mesir untuk menyepakati perjanjian damai dengan Israel pada 1979 juga memantik kemarahan dari pemerintahan teokratis Iran. Sebab Teheran memandang Israel sebagai musuh utamanya di kawasan.
Pasca Musim Semi Arab (Arab Spring) dan terpilihnya Mohammed Morsi sebagai presiden Mesir, hubungan Kairo dengan Teheran mulai menghangat. Namun aksi kudeta terhadap Morsi yang dipimpin oleh Abdel Fattah al-Sisi pada 2013 segera mendinginkan kembali relasi kedua negara.
Pernyataan Khamenei tentang kesediannya memulihkan hubungan dengan Mesir muncul tak lama setelah Iran berhasil melakukan rekonsiliasi dengan Arab Saudi. Kedua negara sepakat memulihkan hubungan diplomatiknya pada Maret lalu. Cina berperan besar dalam memediasi Riyadh dan Teheran. Oleh sebab itu, kesepakatan rekonsiliasi Iran-Saudi diberi nama Beijing Agreement. Sebab proses pembicaraan berlangsung di Beijing.
Saat ini Iran dan Saudi sedang dalam proses untuk membuka kembali misi diplomatiknya di negara satu sama lain. Pulihnya hubungan Iran dengan Saudi dipandang positif akan membantu penyelesaian beberapa masalah di kawasan, terutama konflik Yaman.
Saudi memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran pada 2016. Langkah itu diambil setelah Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran digeruduk dan dibakar massa pengunjuk rasa. Penggerudukan itu terjadi saat warga Iran berdemonstrasi memprotes keputusan Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah bernama Nimr al-Nimr.