Selasa 30 May 2023 11:19 WIB

Erdogan di Tengah NATO dan Rusia

Kecenderungan Erdogan untuk memainkan peran ganda sering membuat jengkel sekutu

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Sosok Erdogan meningkatkan pengaruh Turki dalam politik internasional sambil memetakan jalur independen.
Foto: AP Photo/Ali Unal
Sosok Erdogan meningkatkan pengaruh Turki dalam politik internasional sambil memetakan jalur independen.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Recep Tayyip Erdogan berhasil mengamankan kursi presiden setelah memenangkan Pemilu putaran kedua pada akhir pekan ini. Dia dapat meredam beberapa peran yang telah mengganggu sekutu aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dengan tetap menjalin hubungan hangat bersama Rusia.

Sosok Erdogan meningkatkan pengaruh Turki dalam politik internasional sambil memetakan jalur independen. Menjelang pemilihan pada 14 Mei, dia menunda menyetujui masuknya Swedia ke dalam aliansi NATO.

Baca Juga

Erdogan menuduh Swedia terlalu lunak terhadap kelompok-kelompok yang dianggapnya sebagai teroris dan serangkaian protes pembakaran Alquran di Stockholm membuat marah basis pendukungnya. Kondisi itu membuat sikap kerasnya semakin populer.

Dengan masa depan politiknya yang sekarang aman, Erdogan mungkin bersedia untuk mencabut keberatannya terhadap keanggotaan Swedia, yang harus disetujui dengan suara bulat dari anggota NATO. Turki dan Hongaria merupakan dua negara dalam aliansi yang belum meratifikasi tawaran tersebut.

“Turki kemungkinan akan memberi sinyal terbuka untuk beberapa bentuk pemulihan hubungan, seperti dengan mendorong ratifikasi parlemen atas aksesi Swedia ke NATO,” kata Jay Truesdale yang mengepalai konsultan risiko geopolitik Veracity Worldwide.

Namun, keputusan itu tidak berarti Erdogan berencana untuk meninggalkan hubungannya dengan Rusia. Ankara mengandalkan Moskow untuk pendapatan energi dan pariwisata.

“Erdogan telah berhasil mempertahankan kebijakan luar negeri multi-vektor, yang memungkinkan dia untuk memiliki hubungan yang konstruktif dengan Rusia, Cina, dan negara-negara di seluruh Timur Tengah, bahkan jika ini merugikan aliansi Turki dengan Barat,” kata Truesdale.

Sikap tersebut sering menempatkan Turki di pusat konflik dan debat internasional utama. Negara ini membantu merundingkan kesepakatan untuk memulai kembali ekspor biji-bijian Ukraina dan mencegah kekurangan pangan global. Kemudian mengintervensi secara militer dalam perang sipil Suriah, terlibat dalam eksplorasi gas yang kontroversial di Mediterania, menampung jutaan Orang-orang Suriah melarikan diri dari kekerasan. Bahkan Turki sering menggunakan para pengungsi dalam negosiasi dengan tetangganya di Eropa.

Sebagai cerminan dari ambisi global Turki saat ini, Erdogan menyatakan dalam pidato kemenangannya pada Ahad (28/5/2023). Dia menyatakan, negara yang menandai seratus tahun tahun itu akan membuat dunia melihat “abad Turki".

Kecenderungan Erdogan untuk memainkan peran di dua pihak sering membuat jengkel sekutunya. Namun, itu juga sering membuatnya sangat diperlukan, sebagaimana dibuktikan oleh para pemimpin Barat yang bergegas untuk memberi selamat kepadanya, bahkan ketika mereka tetap khawatir tentang tindakannya semakin otoriter.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement