Selasa 30 May 2023 18:58 WIB

Tantangan Pemerintahan Erdogan Lima Tahun Ke Depan

Erdogan memenangi pemilu putaran kedua.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Recep Tayyip Erdogan berpidato di istana kepresidenan, di Ankara, Turki, Minggu, 28 Mei 2023.
Foto: AP Photo/Ali Unal
Recep Tayyip Erdogan berpidato di istana kepresidenan, di Ankara, Turki, Minggu, 28 Mei 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memenangkan pemilu putaran kedua pada Ahad (28/5/2023).

Setelah mengamankan jabatannya selama lima tahun lagi, Erdogan menghadapi sejumlah tantangan domestik di negaranya mulai dari ekonomi yang terpukul hingga tekanan untuk repatriasi pengungsi Suriah, hingga kebutuhan untuk rekonstruksi setelah gempa bumi dahsyat.

Baca Juga

Berikut adalah melihat tantangan yang dihadapi Erdogan lima tahun ke depan:

1. Kebijakan ekonomi: berapa lama kebijakan unortodox Erdogan dapat dipertahankan?

Inflasi di Turki mencapai 85 persen pada Oktober 2022, sebelum turun menjadi 44 persen pada April lalu. Kritikus menuding kebijakan Erdogan mempertahankan suku bunga rendah untuk mendorong pertumbuhan, justru menyebabkan krisis ekonomi.

Para ekonom merekomendasikan agar pemerintah menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi. Kendati ekonomi goyah, Erdogan memenangkan pemilihan presiden putaran kedua. 

“Ekonomi Turki telah berpesta sejak lama dan jauh melampaui kemampuannya.  Dan saya pikir pada periode setelah pemilu, inilah saat kita akan membayar pesta yang kita konsumsi,” kata profesor ekonomi di Universitas Koc Istanbul, Selva Demiralp.

Ke depan, pemerintah perlu memutuskan apakah akan mempertahankan suku bunga rendah, seperti yang dijanjikan Erdogan, melakukan kenaikan bertahap, atau menggabungkan kenaikan kecil dengan langkah-langkah lain. Menurut Demiralp, langkah-langkah itu akan membawa perlambatan yang tak terhindarkan dalam ekonomi Turki dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi. Menurut Demiralp, pertanyaannya adalah apakah itu perlambatan yang terkendali atau berhenti secara tiba-tiba.

2. Gempa bumi: Berapa biaya yang akan di keluarkan pemerintahan Erdogan untuk rekonstruksi pascagempa?

Erdogan mendulang kemenangan di sejumlah provinsi yang terkena dampak gempa 6 Februari. Pemilih di sembilan dari 11 provinsi yang terkena dampak gempa mendukung Erdogan, termasuk di Hatay yang paling terpukul.  Dalam pidato kemenangannya, Erdogan mengatakan, upaya rekonstruksi pascagempa akan menjadi prioritas utama pemerintahannya.

Bank Dunia memperkirakan, gempa tersebut menyebabkan kerusakan langsung sebesar 34,2 miliar dolar AS atau jumlah yang setara dengan 4 persen dari produk domestik bruto Turki pada 2021.  Biaya pemulihan dan rekonstruksi bisa bertambah hingga dua kali lipat.

Dua dekade kekuasaan Erdogan telah ditandai dengan ledakan besar dalam konstruksi. Terlepas dari kritik bahwa penegakan aturan bangunan yang lemah berkontribusi pada kematian akibat gempa, banyak pendukungnya percaya Erdogan dapat menepati janji untuk rekonstruksi. Tetapi ahli geologi dan insinyur telah memperingatkan bahwa kampanye konstruksi yang cepat juga dapat menimbulkan risiko.

3. Suriah: Tekanan terhadap pemerintahan Erdogan untuk memulangkan pengungsi

Erdogan sangat menyadari bahwa sentimen terhadap 3,4 juta warga Suriah yang melarikan diri ke Turki telah memburuk. Terutama karena negara itu bergulat dengan kemerosotan ekonomi.

Dalam pidato kemenangannya, Erdogan mengatakan, sekitar 600.000 pengungsi telah secara sukarela kembali ke Suriah. Erdogan mengatakan, pemerintahnya menciptakan zona aman di wilayah Suriah utara yang dikontrol Turki.

Erdogan mengatakan, satu juta pengungsi tambahan akan menyusul kembali ke Suriah. Langkah ini berkat program pemukiman kembali bersama dengan Qatar.

Tapi Emma Sinclair-Webb dari Human Rights Watch mengatakan, Suriah masih belum aman bagi banyak pengungsi. Sementara wacana polarisasi di Turki juga menciptakan situasi berbahaya bagi mereka.

4. Hak dan kebebasan: Tindakan keras pemerintahan Erdogan terhadap kebebasan berekspresi

Pemerintahan Erdogan telah ditandai dengan tindakan keras terhadap kebebasan berekspresi dan meningkatnya permusuhan terhadap kelompok minoritas. Mulai dari media arus utama pro-pemerintah, sensor internet yang tersebar luas, undang-undang media sosial baru dapat membatasi kebebasan berekspresi di media sosial. Erdogan juga sering menargetkan anggota komunitas LGBTQ  dan etnis Kurdi.

Pada 2016 terjadi sebuah upaya kudeta terhadap pemerintah Turki, namun gagal. Pemerintah menuduh seorang ulama Turki yang tinggal di Amerika Serikat sebagai datang dalam kudeta tersebut.

Sebagai buntut dari upaya kudeta yang gagal, pemerintah Turki menggunakan undang-undang teror yang luas untuk memenjarakan mereka yang memiliki hubungan dengan ulama tersebut, politisi pro-Kurdi, dan anggota masyarakat sipil.

Juru kampanye hak asasi manusia, Sinclair-Webb mengatakan, pidato kemenangan Erdogan adalah rasa dari apa yang akan terjadi ketika dia menargetkan politisi pro-Kurdi Selahattin Demirtas yang dipenjara, ketika massa meneriakkan slogan-slogan untuk hukuman mati. Erdogan juga menggunakan pidato kemenangan lainnya untuk membangkitkan sentimen anti-LGBTQ.

Erdogan pernah menyebut penganiayaan terhadap kaum gay sebagai tindakan yang tidak manusiawi. Tetapi sekarang Erdogan menyebut komunitas LGBTQ sebagai penyimpangan. Sejak 2015, pemerintahan Erdogan telah melarang kampanye Gay Pride. 

Pemerintah Erdogan juga telah menarik Turki dari perjanjian penting Eropa yang melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga. Erdogan tunduk pada kelompok konservatif yang mengklaim perjanjian itu mempromosikan homoseksualitas. Retorika anti-gay telah meningkat selama kampanye Erdogan.

“Menyebutkannya lagi pada kesempatan pertama dalam pidato kemenangan di balkon adalah pengingat yang mengerikan tentang bagaimana dia benar-benar menempatkan orang LGBT dalam risiko besar,” kata Sinclair-Webb.

Asosiasi LGBTQ tertua di Turki, Kaos GL, mengatakan, kemenangan Erdogan tidak akan membungkam mereka. “Meskipun mereka berjanji untuk menutup kami, kami keluar sekali dan kami tidak akan kembali,” kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement