REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pejuang paramiliter Sudan, Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah mengambil alih museum nasional di Khartoum. Wakil direktur museum nasional, Ikhlas Abdellatif pada Sabtu (3/6/2023), mendesak pasukan RSF untuk melindungi artefak berharga dari warisan bangsa yang mencakup mumi kuno.
Anggota RSF memasuki museum pada Jumat (2/6/2023). Staf museum tidak mengetahui situasi di dalam museum karena mereka menghentikan pekerjaan setelah konflik meletus pada 15 April. Abdellatif mengatakan, polisi yang menjaga museum terpaksa berhenti akibat konflik.
RSF merilis video yang direkam di dalam halaman museum. Video itu menunjukkan seorang tentara menyangkal bahwa mereka telah melakukan kerusakan pada museum. Video tersebut juga menunjukkan pejuang RSF menutupi mumi yang terbuka dengan seprai dan menutup kotak putih polos tempat mumi disimpan.
Museum ini berada di sebuah bangunan besar di tepi Sungai Nil di pusat Khartoum, dekat bank sentral di daerah tempat beberapa pertempuran paling sengit terjadi. Di dalam museum itu terdapat koleksi yang tak ternilai harganya yaitu mumi yang dibalsem. Mumi ini berasal dari tahun 2.500 sebelum masehi, dan menjadi salah satu mumi tertua dan paling penting secara arkeologis di dunia.
"Museum ini juga berisi patung, tembikar, dan mural kuno, dengan artefak dari zaman batu hingga era Kristen dan Islam," kata mantan direktur museum, Hatim Alnour.
Roxanne Trioux, bagian dari tim arkeologi Prancis yang bekerja di Sudan, mengatakan, mereka telah memantau gambar satelit dari museum tersebut dan telah melihat tanda-tanda potensi kerusakan di sana sebelum Jumat. "Kami tidak tahu tingkat kerusakan di dalamnya," katanya.
Sejak penggulingan penguasa lama Omar al-Bashir pada 2019, pemerintah Sudan dipimpin oleh dewan kedaulatan di bawah panglima militer Jenderal Abdel-Fattah al-Burhan dengan kepala RSF Mohamed Hamdan Dagalo, atau dikenal sebagai Hemedti, sebagai wakilnya. Keduanya sekarang memimpin kekuatan saingan dalam perebutan kekuasaan berdarah. Burhan mencopot Hemedti dari jabatannya bulan lalu.
Pada Jumat, Dewan Keamanan PBB meminta faksi yang bertikai untuk menghentikan permusuhan guna mengizinkan akses ke organisasi kemanusiaan. Perang telah menelantarkan 1,2 juta orang di dalam negeri dan memaksa 400.000 lainnya mengungsi ke negara-negara tetangga. Konflik ini mendorong Sudan ke ambang bencana dan meningkatkan kekhawatiran konflik yang lebih luas.
“Tentara menembaki kami dan RSF tersebar di jalan-jalan, dan warga membayar harga untuk perang,” kata Sami el-Tayeb, seorang warga Omdurman berusia 47 tahun. n. Rizky Jaramaya/Reuters