Ahad 28 May 2023 19:55 WIB

Guterres Terkejut Sudan Minta Utusan PBB Dipecat

Panglima angkatan bersenjata Sudan menyatakan tidak puas dengan kinerja utusan PBB

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menunjukkan keprihatinan atas permintaan panglima angkatan bersenjata Sudan Abdel Fattah al-Burhan untuk memecat utusan badan internasional tersebut, Volker Perthes.
Foto: AP/Evan Vucci
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menunjukkan keprihatinan atas permintaan panglima angkatan bersenjata Sudan Abdel Fattah al-Burhan untuk memecat utusan badan internasional tersebut, Volker Perthes.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menunjukkan keprihatinan atas permintaan panglima angkatan bersenjata Sudan Abdel Fattah al-Burhan untuk memecat utusan badan internasional tersebut, Volker Perthes.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, dalam sebuah pernyataan menyatakan Guterres terkejut atas surat yang diterima dari ketua Dewan Kedaulatan Sudan yang meminta pemecatan Perthes dari posnya.

Baca Juga

"Sekjen bangga dengan pekerjaan yang dilakukan Volker Perthes dan menegaskan keyakinannya terhadap utusan khususnya," kata Dujarric.

Dalam suratnya, ketua Dewan Kedaulatan yang berkuasa di negara itu menyatakan ketidakpuasannya dengan kinerja utusan PBB itu, menurut media Sudan.

Panglima tentara itu menuduh Perthes menyebarkan informasi salah mengenai tercapainya konsensus atas kesepakatan kerangka kerja Sudan sementara kenyataannya berbeda.

Kesepakatan kerangka kerja yang ditandatangani pada 2 Desember 2022 itu menjanjikan dua tahun masa transisi dan penunjukan perdana menteri sipil oleh partai-partai politik yang menandatangani kesepakatan.

Al-Burhan juga menuduh utusan PBB itu menjadi sumber cerminan negatif mengenai Sudan dalam organisasi internasional.

Sebanyak 863 warga sipil tewas dan ribuan lainnya terluka dalam pertempuran antara tentara Sudan dengan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) sejak 15 April, menurut petugas medis setempat.

Pertempuran terjadi setelah ketidaksepakatan terus terbentuk dalam beberapa bulan terakhir antara tentara dengan RSF mengenai masuknya kelompok paramiliter tersebut ke dalam angkatan bersenjata negara itu, sebuah syarat dalam kesepakatan transisi Sudan dengan kelompok politik.

Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021 ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan status darurat dalam gerakan yang disebut sebagai "kudeta" oleh berbagai kekuatan politik.

Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement