REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Universitas-universitas Cina menaikkan biaya kuliah pertama kali dalam dua dekade. Kenaikan ini disebabkan berkurangnya anggaran nasional untuk pendidikan tinggi dan ketatnya anggaran pemerintah daerah.
Kenaikan biaya kuliah ini dilakukan saat pemerintah-pemerintah daerah mengalami kesulitan finansial akibat kebijakan Covid-19 selama hampir tiga tahun, krisis properti dan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Universitas-universitas Cina hampir semuanya universitas negeri sangat mengandalkan anggaran pemerintah.
Berdasarkan pernyataannya yang dirilis Ahad (4/6/2023) East China University of Science and Technology di Shanghai menaikan biaya kuliah hingga 54 persen menjadi 7.700 yuan atau 1.082 dolar AS per tahun untuk beberapa jurusan seperti sains, teknik dan pendidikan jasmani. Sementara humaniora naik sekitar 30 persen.
Dari notifikasi, Senin (5/6/2023) Shanghai Dianji University menaikkan biaya kuliah jurusan sains dan teknik sebanyak 40 persen sementara jurusan ekonomi, manajemen dan sastra naik 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada bulan April, Shanghai yang merupakan pusat keuangan di Cina memutuskan untuk menggelar audiensi publik untuk menaikan biaya kuliah yang tak berubah selama 20 tahun lebih untuk tahun akademi yang dimulai pada musim semi.
Universitas-universitas di Sichuan dan Jilin yang padat penduduk juga menaikkan biaya kuliah. Kenaikannya berbeda-beda setiap jurusan tapi paling tinggi 41 persen.
Berdasarkan laporan anggaran tahunan Kementerian Pendidikan Cina, anggaran untuk pendidikan tinggi tahun 2023 turun 3,7 persen dari tahun sebelumnya menjadi 102,6 miliar yuan.
Penelitian pakar pendidikan yang dipimpin professor Liu Jin dari Beijing Institute of Technology bulan lalu juga merekomendasikan biaya kuliah untuk mahasiswa internasional dinaikan.
Penelitian itu menyarankan agar biaya kuliah mahasiswa internasional dinaikkan menjadi 110 ribu yuan per tahun dari sebelumnya sebesar 20 ribu yuan.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
