REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang pejabat Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan, Cina telah memata-matai AS dari Kuba selama beberapa waktu. Cina juga meningkatkan fasilitas pengumpulan intelijennya dari Kuba pada 2019.
The Wall Street Journal pada Kamis (8/6/2023) melaporkan bahwa Cina telah mencapai kesepakatan rahasia dengan Kuba untuk membangun fasilitas penyadapan elektronik kira-kira 100 mil atau 160 kilometer dari Florida. Tetapi pemerintah AS dan Kuba meragukan laporan tersebut.
"Karakterisasi media tidak sesuai dengan pemahaman kami," ujar pejabat pemerintahan Presiden AS Joe Biden yang berbicara dengan syarat anonim.
Pejabat itu tidak merinci apakah ada upaya Cina untuk membangun fasilitas penyadapan baru di Kuba. Pejabat itu mengatakan, masalah tersebut terjadi sebelum kepresidenan Joe Biden, seperti halnya upaya Beijing untuk memperkuat infrastruktur pengumpulan intelijennya di seluruh dunia.
"Ini adalah masalah yang sedang berlangsung, dan bukan perkembangan baru. RRC (Republik Rakyat Cina) melakukan peningkatan fasilitas pengumpulan intelijennya di Kuba pada tahun 2019. Ini didokumentasikan dengan baik dalam catatan intelijen," ujar pejabat itu.
Seorang pejabat Kedutaan Cina di Washington, menuduh AS menyebarkan desas-desus dan fitnah dengan berbicara tentang fasilitas mata-mata di Kuba, dan menjadi kerajaan peretas paling kuat di dunia.
Pemerintah Kuba tidak menanggapi permintaan komentar. Namun pada Kamis, Wakil Menteri Luar Negeri Kuba Carlos Fernandez de Cossio menolak laporan Wall Street Journal. Dia menyebutnya sebagai rekayasa AS yang dimaksudkan untuk membenarkan embargo ekonomi Washington terhadap wilayah itu. Dia mengatakan, Kuba menolak semua kehadiran militer asing di Amerika Latin dan Karibia.
Perhatian seputar dugaan mata-mata Cina dari Kuba datang ketika Washington dan Beijing mengambil langkah tentatif untuk meredakan ketegangan yang meningkat setelah insiden balon mata-mata. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dijadwalkan mengunjungi Cina pada 18 Juni mendatang. Sebelumnya Blinken batal mengunjungi Cina karena insiden balon mata-mata.
Pejabat administrasi Biden mengatakan, pemerintahan mantan presiden Donald Trump mengetahui pangkalan Cina di Kuba dan melakukan beberapa upaya untuk mengatasi tantangan tersebut. "Kami tidak membuat kemajuan yang cukup dan membutuhkan pendekatan yang lebih langsung," ujar pejabat itu.
Pejabat itu mengatakan, diplomat AS telah melibatkan pemerintah yang sedang mempertimbangkan untuk menampung pangkalan Cina dan telah bertukar informasi dengan mereka. "Para ahli kami menilai bahwa upaya diplomatik kami telah memperlambat RRC Kami pikir itu tidak seperti yang RRC harapkan," ujarnya.