REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Hujan lebat mengguyur wilayah barat laut Pakistan, meruntuhkan rumah-rumah dan menewaskan sedikitnya 25 orang. Hujan lebat dan hujan es melanda Bannu, Lakki Marwat, dan distrik Karak di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa pada Sabtu (10/6/2023).
Petugas penyelamat senior, Khateer Ahmed mengatakan, 145 orang lainnya terluka saat pohon tumbang merobohkan menara transmisi listrik. Ahmed mengatakan, para pejabat berupaya untuk memberikan bantuan darurat kepada yang terluka.
Perdana Menteri Pakistan, Shahbaz Sharif menyampaikan keprihatinan dan kesedihan terkait hilangnya nyawa akibat badai. Dia mengarahkan pihak berwenang untuk mempercepat operasi bantuan. Sharif juga memerintahkan para pejabat untuk melakukan tindakan darurat, ketika Topan Biparjoy mendekat dari Laut Arab.
"Topan parah dan intens dengan kecepatan angin 150 km per jam (93 mil per jam) sedang menuju selatan negara itu," kata badan manajemen bencana Pakistan, dilaporkan Aljazirah, Sabtu (10/6/2023).
Tahun lalu, Pakistan mengalami banjir terparah dalam sejarah karena hujan lebat. Banjir pasrah ini menewaskan sedikitnya 1.739 orang, termasuk 647 anak-anak, dan mempengaruhi 33 juta orang. Pada puncaknya, banjir menenggelamkan lebih dari sepertiga negara.
Bencana tersebut kemudian menyebabkan kerusakan pada sebagian besar sistem air di daerah yang terkena dampak dan memaksa lebih dari 5,4 juta orang, termasuk 2,5 juta anak-anak untuk mengandalkan air yang terkontaminasi dari kolam dan sumur. Untuk mengurangi dampak bencana alam, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar 1,3 miliar dolar AS untuk ketahanan iklim.