Kamis 15 Jun 2023 06:32 WIB

Israel akan Setujui Lebih dari 4.500 Permukiman Baru Warga Yahudi

Israel akan menyetujui permukiman Yahudi baru di Tepi Barat

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Desa Khan al-Ahmar, Palestina yang akan digusur Israel untuk perluasan permukiman yahudi
Foto: The Jerussalem Post
Desa Khan al-Ahmar, Palestina yang akan digusur Israel untuk perluasan permukiman yahudi

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Israel diperkirakan akan menyetujui lebih dari 4.500 unit rumah baru bagi permukiman Yahudi baru di Tepi Barat dalam beberapa minggu ke depan. Diketahui, lebih dari 1.000 rumah telah siap untuk persetujuan akhir. Bahkan, sudah ada 3.000 rumah lainnya yang siap dibangun dalam proses berikutnya.

Lembaga penyiaran publik Israel, Kan melaporkan pada Selasa, sebagian besar tempat tinggal yang berada dalam tahap akhir persetujuan berada di permukiman Givat Ze'ev dekat Yerusalem. Di wilayah ini lebih dari 500 unit yang telah disetujui, serta Elkana dan Revava di Tepi Barat bagian utara, dengan lebih dari 300 rumah baru yang masing-masing akan dibangun.

Baca Juga

Rencana untuk ribuan rumah lagi akan diajukan di Givat Ze'ev, Ma'ale Adumim, Kiryat Arba, Beitar Illit, dan setidaknya selusin pemukiman lainnya, menurut Kan, dengan total 4.570 unit. Laporan tersebut muncul sehari setelah seorang pejabat Israel mengkonfirmasi sebuah laporan bahwa AS telah diberitahu tentang rencana Yerusalem untuk mengumumkan ribuan rumah permukiman baru pada akhir Juni ini.

Pejabat tersebut mengatakan kepada The Times of Israel bahwa tidak jelas apakah semua rencana pemukiman akan disetujui. Namun persetujuan akan dibahas dalam pertemuan Sub-Komite Perencanaan Tinggi Administrasi Sipil di Kementerian Pertahanan Israel, seperti yang biasa dilakukan, atau pertemuan itu akan dilakukan dalam beberapa minggu ke depan.

Sementara itu, Pemerintahan Joe Biden terus mendorong Israel untuk menunda pengumuman pembangunan permukiman tersebut atau setidaknya mengurangi jumlahnya. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengatakan bahwa AS telah menyatakan dengan jelas, memajukan permukiman merupakan hambatan bagi perdamaian dan pencapaian solusi dua negara.

Rencana Israel tersebut muncul setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menunda rencananya untuk memajukan proyek pemukiman E1 yang sangat kontroversial di tengah tekanan AS. Rencana selanjutnya untuk melanjutkan pembangunan ribuan rumah pemukiman di tempat lain tampaknya merupakan upaya untuk menenangkan mitra koalisi Netanyahu.

Israel memberi tahu AS mengenai keputusan E1 pada hari Kamis lalu, menyusul panggilan telepon antara Netanyahu dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Para pejabat AS mengatakan bahwa pemerintahan Biden telah berupaya selama berminggu-minggu agar proyek E1 dihapus dari agenda Netanyahu selama berminggu-minggu.

Meskipun proyek E1 tidak disebutkan dalam pembacaan kedua belah pihak atas panggilan telepon pada hari Kamis, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Blinken menyampaikan perlunya menegakkan komitmen yang dibuat pada dua pertemuan regional di Aqaba, Yordania, dan Sharm El Sheikh, Mesir, "yang berupaya untuk menghindari langkah-langkah merusak prospek solusi dua negara."

Dalam beberapa pekan terakhir, Palestina menuduh Israel melanggar komitmen yang dibuat pada akhir Februari lalu, termasuk pembekuan pembangunan permukiman selama empat bulan. Termasuk pembekuan selama enam bulan untuk melegalkan pos-pos baru.

Israel berargumen bahwa mereka secara teknis tidak melakukan keduanya, namun mereka telah melakukan pembangunan di Yerusalem Timur dan juga secara ilegal memindahkan sebuah yeshiva di Tepi Barat bagian utara, yang akan memberi jalan bagi legalisasi pos terdepan Homesh.

Moratorium empat bulan untuk memajukan rencana pembangunan rumah pemukiman baru akan berakhir pada akhir Juni, ketika badan Kementerian Pertahanan yang bertanggung jawab untuk memajukan pembangunan Tepi Barat dijadwalkan akan berkumpul kembali.

Ini akan menjadi yang kedua kalinya Sub-Komite Perencanaan Tinggi akan memajukan rencana pembangunan rumah pemukiman sejak pembentukan pemerintahan garis keras Netanyahu yang baru pada tanggal 29 Desember lalu.

Pada bulan Februari, pemerintah tersebut mengesahkan rencana pembangunan 10.000 rumah baru - jumlah terbanyak yang pernah ada dalam satu waktu. Pemerintah Israel juga melanjutkan pengesahan sembilan pos permukiman di Tepi Barat, yang memicu kemarahan internasional dan pernyataan kecaman dari Dewan Keamanan PBB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement