Jumat 16 Jun 2023 13:30 WIB

AS dan Iran Mendinginkan Ketegangan dengan Perundingan Baru

Pemerintah AS dan Eropa mencari cara untuk menahan program nuklir Iran.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Amerika Serikat dan Iran (ilustrasi)
Amerika Serikat dan Iran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pejabat Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Iran mengatakan, dua negara menggelar pertemuan membahas langkah-langkah membatasi program nuklir Iran, membebaskan sejumlah warga AS yang ditahan di Iran dan mencairkan aset Iran yang dibekukan di luar negeri. Karena setiap kesepakatan harus ditinjau Kongres AS.

Langkah-langkah ini dimasukkan ke dalam tahap 'kesepahaman' bukan kesepakatan. Banyak anggota Kongres AS yang menolak memberi Iran keuntungan karena bantuan militernya ke Rusia dan represi di dalam negeri dan dukungan pada proksi-proksi yang menyerang kepentingan AS di kawasan Timur Tengah.

Baca Juga

Setelah gagal meraih kesepakatan dalam perundingan untuk mengaktifkan kembali Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), Washington berharap dapat membatasi perjalanan Iran memiliki senjata nuklir yang dapat mengancam Israel dan memicu perlombaan senjata di kawasan. Teheran menegaskan tidak berambisi memiliki senjata nuklir.

Pada 2018 lalu mantan presiden Donald Trump menarik AS dari perjanjian yang membatasi tingkat kemurnian uranium yang dapat dimiliki Iran sekitar 3,67 persen dan hanya sebanyak 202,8 kilogram itu. Setelah Trump menarik AS dari perjanjian yang disepakati 2015 itu Iran melewati batasan JCPOA secara bertahap.

Pemerintah AS dan Eropa mencari cara untuk menahan program nuklir Iran sejak perundingan tak langsung Iran-AS mengalami kegagalan. Kesediaan memulai kembali menggelar perundingan menggambarkan semakin waspadanya Barat pada kemajuan program nuklir Iran.

Washington membantah laporan yang mengatakan pemerintah AS sedang berusaha membuat kesepakatan sementara. AS berhati-hati membangun bantahan dengan membuka kemungkinan untuk "kesepahaman" yang dapat menghindari peninjauan dari Kongres.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matt Miller membantah...

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement