REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengaku terganggu dengan rencana Israel membangun 4.000 unit rumah baru di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Washington memperingatkan Tel Aviv bahwa perluasan permukiman ilegal merupakan hambatan bagi perdamaian dengan Palestina.
“AS sangat terganggu oleh pengumuman rencana pemerintah Israel untuk memajukan lebih dari 4.000 unit permukiman baru di Tepi Barat dan perubahan pada sistem perencanaannya yang dapat mempercepat persetujuan. Perluasan pemukiman merupakan hambatan bagi perdamaian,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller lewat akun Twitter-nya, Ahad (18/6/2023).
Dia menambahkan, AS menentang tindakan sepihak yang menyulitkan realisasi solusi dua negara Israel-Palestina. Miller meminta Israel memenuhi komitmennya yang dibuatnya di Aqaba, Yordania dan Sharm el-Sheikh, Mesir untuk kembali ke jalur dialog yang ditujukan untuk de-eskalasi.
Pada Ahad lalu, Juru Bicara Kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh menegaskan mereka menolak keputusan Israel mempercepat pertumbuhan permukiman di Tepi Barat. Menurutnya, tindakan semacam itu akan menimbulkan lebih banyak ketegangan dan eskalasi situasi di lapangan.
Rudeineh menganggap AS turut bertanggung jawab atas proyek permukiman ilegal Israel. “Israel tidak dapat membangun satu batu pun tanpa keputusan Amerika,” ujarnya saat diwawancara Voice of Palestine Radio.
Dia mengatakan, AS harus memikul tanggung jawabnya dan tidak tinggal diam sebagai penonton menyaksikan perluasan permukiman ilegal Israel. Dalam sebuah wawancara dengan Sky News yang dipublikasikan 9 Juni 2023 lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, permukiman ilegal yang dibangun di Tepi Barat bukanlah hambatan untuk mencapai perdamaian dengan Palestina.
"Gagasan bahwa kehadiran orang Yahudi di tanah air leluhur mereka, yang telah menjadi tanah air kami selama 3.000 tahun terakhir, bahwa orang Yahudi tidak boleh tinggal di sana, saya pikir itulah hambatan bagi perdamaian,” kata Netanyahu.
Sejak Netanyahu kembali menjabat sebagai perdana menteri Israel pada Desember 2022 lalu, pemerintahannya telah menyetujui promosi lebih dari 7.000 unit rumah baru di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Tindakan pemerintahan koalisi sayap kanan Netanyahu turut didukung parlemen (Knesset) karena mereka menguasai kursi mayoritas.
Pada 21 Mei 2023 lalu, Knesset meloloskan rancangan undang-undang (RUU) kedua dan ketiga yang memungkinkan pemukim Israel kembali bermukim di empat permukiman ilegal di Tepi Barat yang sudah dibongkar sejak 2005. Pada 20 Maret 2023, Knesset diketahui telah mencabut Undang-Undang (UU) Pelepasan atau Disengagement Law yang disepakati tahun 2005.
Disengagement Law memerintahkan pembongkaran empat permukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat yang diduduki saat Israel menarik pasukannya dari Jalur Gaza. Empat permukiman itu yakni Sa-Nur, Ganim, Kadim, dan Homesh.
Sejak UU 2005 itu diterapkan, warga Israel dilarang memasuki kembali daerah-daerah permukiman tersebut tanpa seizin militer. Dengan pencabutan UU tersebut, warga Israel dapat kembali ke lokasi permukiman yang dievakuasi. Artinya permukiman ilegal Israel di Tepi Barat bakal bertambah.
Israel menduduki Tepi Barat sejak berakhirnya Perang Arab-Israel 1967. Hingga saat ini terdapat lebih dari 700 ribu pemukim Israel yang tinggal di permukiman-permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Permukiman tersebut dianggap ilegal menurut hukum internasional.