Sabtu 24 Jun 2023 16:11 WIB

Taliban Keluarkan Surat Edaran Resmi Mengenai Larangan Perempuan Bekerja

Lembaga bantuan internasional meminta pengecualian agar staf perempuan dapat bekerja.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
 Perempuan Afghanistan menenun wol untuk membuat karpet di pabrik karpet tradisional di Kabul, Afghanistan, Senin (6//32023). Setelah Taliban berkuasa di Afghanistan, banyak hak dasar perempuan telah dirampas.
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Perempuan Afghanistan menenun wol untuk membuat karpet di pabrik karpet tradisional di Kabul, Afghanistan, Senin (6//32023). Setelah Taliban berkuasa di Afghanistan, banyak hak dasar perempuan telah dirampas.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Otoritas Taliban di provinsi Kandahar, Afghanistan, memerintahkan para pekerja perempuan berhenti bekerja di organisasi bantuan internasional, menurut sebuah surat resminya pekan ini. Surat resmi ini memperkuat peraturan yang melarang perempuan bekerja meskipun ada pengecualian yang diminta oleh beberapa organisasi bantuan internasional tersebut.

Surat resmi bersama antara departemen kementerian untuk pengungsi di Kandahar dan pusat sejarah Taliban itu mengatakan lembaga-lembaga bantuan telah melanggar perintah dalam pekerjaan yang berkaitan dengan pengungsi di Spin Boldak, sebuah kota di dekat perbatasan dengan Pakistan.

Baca Juga

Surat yang dilihat oleh Reuters tersebut dikonfirmasi oleh juru bicara gubernur provinsi. "Semua organisasi mitra yang bekerja sama dengan Departemen Pengungsi dan Pemulangan di Spin Boldak... harus meminta rekan-rekan perempuan mereka untuk tidak masuk kerja dan tetap tinggal di rumah hingga pemberitahuan lebih lanjut," kata surat itu.

Seorang juru bicara kantor koordinasi kemanusiaan PBB mengatakan bahwa badan tersebut telah mengetahui adanya instruksi tersebut dan sedang mencari kejelasan.

Surat tersebut memperkuat ketidakpastian lingkungan kerja di Afghanistan bagi lembaga-lembaga bantuan yang mengatakan bahwa mereka berniat untuk tetap tinggal dan memberikan bantuan selama krisis kemanusiaan. Namun mereka meminta pengecualian agar staf perempuan dapat bekerja, menjangkau para penerima bantuan perempuan, dan menghindari pelanggaran prinsip-prinsip piagam PBB.

Pemerintahan Taliban mengisyaratkan pada bulan Januari bahwa mereka akan menyusun serangkaian pedoman tertulis yang memungkinkan kelompok-kelompok bantuan beroperasi dengan staf perempuan dalam beberapa kasus, tetapi hingga kini hal itu belum diterapkan.

"Seperti yang Anda semua tahu, menurut keputusan pemimpin tertinggi, karyawan perempuan dari organisasi-organisasi tersebut tidak boleh bekerja sampai ada pemberitahuan lebih lanjut... sayangnya, beberapa organisasi mitra telah meminta karyawan perempuan mereka untuk bekerja dengan melakukan pelanggaran yang mencolok," surat itu menambahkan, merujuk pada Haibatullah Akhundzada, pemimpin spiritual tertinggi yang bermarkas di Kandahar.

Norwegian Refugee Council (NRC), sebuah LSM internasional, pada bulan Mei mengatakan bahwa mereka telah menerima pengecualian untuk sebagian besar operasinya di Kandahar dan kembali bekerja dengan staf perempuan. Juru bicara NRC menolak untuk mengomentari surat yang disampaikan pekan ini.

Pembatasan oleh Taliban terhadap pekerja bantuan perempuan dan akses terhadap pendidikan telah dikritik secara luas oleh masyarakat internasional. Para diplomat mengatakan bahwa jalan menuju pengakuan formal terhadap pemerintah Taliban akan terhambat sampai mereka merubah kebijakan.

Taliban, yang mengambil alih kekuasaan setelah Amerika Serikat menarik pasukan dengan mendukung pemerintah Afganistan terpilih pada tahun 2021. Taliban mengatakan bahwa mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap hukum Islam dan adat setempat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement