REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) , Inggris, dan Prancis menuntut agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera menyelidiki laporan penggunaan ratusan pesawat tak berawak (drone) Iran oleh Rusia dalam perang di Ukraina, Jumat (23/6/2023). Tindakan Teheran tersebut merupakan upaya melanggar sanksi yang diberlakukan oleh Barat.
Iran diduga melakukan pengadaan ratusan drone Mohajer dan Shahed serta untuk memproduksi drone di dalam Rusia. Moskow pun telah membantah menggunakan drone Teheran, meskipun ada bukti luas bahwa pesawat itu telah digunakan untuk menyerang wilayah Kiev.
Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield mencatat, bahwa AS bulan ini merilis informasi lebih lanjut yang mendokumentasikan penyediaan ratusan kendaraan udara tak berawak Iran atau UAV. Diketahui pula penggunaan peralatan yang dapat digunakan dalam produksinya.
Ukraina dan Inggris juga menyerahkan bukti kepada PBB tentang drone Iran yang ditemukan oleh militer Ukraina. “Ini adalah masalah hidup atau mati bagi rakyat Ukraina,” kata duta besar AS kepada Dewan Keamanan PBB setelah menyampaikan pernyataan yang menyerukan penyelidikan yang juga ditandatangani oleh Albania dan Ukraina.
Kelima negara tersebut menuduh Rusia melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB yang mendukung perjanjian nuklir 2015 atau dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Resolusi ini melarang semua negara mentransfer senjata semacam itu dari Iran tanpa persetujuan sebelumnya dari Dewan Keamanan PBB.
“Rusia telah menggunakan UAV ini dalam beberapa pekan terakhir untuk menyerang Kiev, menghancurkan infrastruktur Ukraina, dan membunuh serta meneror warga sipil Ukraina. PBB harus menanggapi seruan yang semakin meningkat dari komunitas internasional untuk menyelidiki pelanggaran ini," kata AS dan sekutunya.
Wakil juru bicara PBB Farhan Haq mengatakan, Sekretariat PBB yang dipimpin oleh Antonio Guterres masih menganalisis informasi mengenai dugaan transfer kendaraan udara tak berawak oleh Iran. Dia mengatakan, sebuah laporan dari Guterres akan dibahas bulan ini oleh para ahli di komite yang memantau pelaksanaan resolusi dan Dewan Keamanan PBB pada Juli. Rusia adalah salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan memiliki hak veto.
Thomas-Greenfield mengatakan, resolusi tersebut memberikan mandat kepada sekretaris jenderal untuk membuka penyelidikan. Haq tidak memberikan indikasi kemungkinan Guterres akan melakukannya.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kepada Dewan Keamanan, bahwa Ukraina belum memberi Rusia atau Iran sedikit pun bukti yang kredibel tentang penggunaan drone Iran. “Kami berharap sekretaris jenderal memiliki kebijaksanaan yang cukup untuk tidak disesatkan oleh mantan mitra Barat kami,” kata Nebenzia.